Lihat ke Halaman Asli

Subsidi Listrik di Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu Dirut PT. PLN menyampaikan kabar gembira mengenai berlakunya aturan pencabutan subsidi untuk konsumen di atas 6.600 VA. Kabar tersebut perlu disambut baik apalagi bila kita mengingat besar subsidi listrik pada tahun 2008 yang mencapai angka Rp. 82 triliun (coba kalau ditambah dengan subsidi BBM pada tahun yang sama yang mencapai Rp. 100-an triliun). Tulisan ini mencoba untuk memperkenalkan subsidi listrik yang ada di Indonesia.

Harga jual tenaga listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT Perusahaan Listrik Negara dinyatakan dalam Tarif Dasar Listrik (TDL). TDL PT. PLN tersebut terbagi menjadi 19 golongan tarif.

TDL tersebut ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana amanat dari UU 15/1985 Tentang Ketenagalistrikan yang diubah dengan UU 30/2009. Dalam UU 30/2009 pasal 33 dinyatakan bahwa tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik.

Selain itu, pengelolaan usaha oleh PT. PLN selain berpedoman pada UU 30/2009 juga berpedoman pada UU 19/2003 Tentang BUMN karena statusnya sebagai BUMN. Dengan demikian, PT. PLN harus mengejar keuntungan sebagaimana dalam butir Pasal 2 ayat (1)dan Pasal 12 UU tersebut. Dalam kaitan ini, apabila diperlukan, Pemerintah dapat memberikan penugasan kepada BUMN untuk melakukan kewajiban pelayanan umum (public service obligation/PSO) dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMNdimana setiap penugasan kewajiban pelayanan umum harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri (Pasal66).

Kebijakan penentuan harga jual listrik (TDL) sampai saat ini selalu mengandung subsidi listrik sebagai salah satu bentuk pemberian keringanan beban masyarakat yang diangggarkan dalam APBN.Khusus untuk pelaksanaan subsidi listrik tersebut, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tahap yaitu sebelum dan setelah tahun 2007.

a.Era Sebelum tahun 2007

Pada tahun 2002, subsidi listrik memiliki batasan umum sebagai berikut :


  • Diberikan untuk pelanggan golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1 dan B-1 dengan daya terpasang sampai dengan 450 Volt Ampere.
  • Besarnya subsidi adalah selisih negatif antara Hasil Penjualan Listrik rata-rata (Rp/kWh) dikurangi HPP (Rp/Kwh) rata-rata Tegangan Rendah dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap, golongan tarif.

Selanjutnya pada tahun 2005 dengan adanya kebijakan harga jual listrik yang tetap (tidak disesuaikan/tidak dinaikkan), subsidi listrik diperluas dengan batasan umum sebagai berikut:


  • Subsidi listrik diberikan kepada pelanggan dengan golongan tarif yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut.
  • Besarnya subsidi listrik dihitung dari selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kwh) dari masing-masing golongan tarif dikurangi BPP (Rp/kwh) pada tegangan di masing-masing golongan tarif tersebut dikalikan volume penjualan (kwh) untuk setiap golongan tarif.

Pada era ini, perhitungan subsidi belum memperhitungkan adanya margin agar PT. PLN dapat mengembangkan kemampuan investasi jangka panjangnya. Dari sudut pandang tersebut yaitu tanpa adanya pemberian margin yang cukup bagi PT. PLN dapat diartikan telah menyalahi UU 19/2003 tentang BUMN dimana penugasan kepada BUMN untuk melakukan kewajiban pelayanan umum harus tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN (dalam hal ini untuk mengejar keuntungan – pasal 2 dan 12).

b.Era Setelah tahun 2007

Pada tahun 2007, dengan ikut mempertimbangkan UU 19/2003 tentang BUMN, batasan umum subsidi listrik kembali diperluas menjadi :


  • Subsidi Listrik diberikan kepada pelanggan dengan Golon gan Tarif yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di Golongan Tarif tersebut.
  • Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud, dihitung dari selisih kurang antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh ) dari masing-masing Golongan Tarif dikurangi BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing Golongan Tarif ditambah marjin (% tertentu dari BPP) dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap Golongan Tarif.
  • Penentuan margin berdasarkan usul dari Menteri ESDM dengan mempertimbangkan usulan dari Menteri Negara BUMN.

Perhitungan subsidi listrik menggunakan formula : S= - (HJTL – BPP(1+m)xV

Dimana S: Subsidi Listrik, HJTL = harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh ) dari masing-masing Golongan Tarif; BPP = BPP (Rp/kWh ) pada tegangan di masing-ma sing Golongan Tarif; m = marjin (%); V = volume penjualan tenaga listrik (kWh) untuk setiap Golongan Tarif.

Dari uraian di atas terlihat bahwa pada era ini telah mulai diperkenalkan adanya marjin sehingga telah memenuhi UU 19/2003.

Dalam pelaksanaannya, subsidi yang harus ditanggung oleh Pemerintah melalui APBN sangatlah besar, dimana pada tahun 2008 mencapai angka RP. 82 Triliun. Faktor utama yang mengakibatkan besarnya subsidi listrik tersebut adalah kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dimana pembangkit PT. PLN masih banyak yang menggunakan BBM. Selain itu, TDL sejak tahun 2003 atau kurang lebih 9 tahun harga listrik tidak mengalami perubahan (kenaikan).

Di sisi lain, komponen margin dalam penghitungan subsidi baru berjalan pada pelaksanaan tahun anggaran 2009 dan besaran margin yang dialokasikan dalam subsidi listrik dirasakan masih belum mencukupi, yaitu sekitar 3%.

Dengan demikian, dalam rangka menurunkan Subsidi Listrik, Pemerintah dan PT. PLN (Persero) harus melakukan upaya-upaya untuk menurunkan BPP tenaga listrik melalui:


  • Program penghematan pemakaian listrik (demand side) berupa : penurunan losses teknis, kenaikan TDL dan penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan 6.600 VA keatas, peningkatan efisiensi pengelolaan korporat.
  • Program diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik (supply side) yang berupa : optimalisasi penggunaan gas, penggantian HSD menjadi MFO, peningkatan penggunaan batubara, dan pemanfaatan bio fuel.


Langkah-langkah tersebut di atas juga dimaksudkan untuk mendukung agar PT. PLN mampu mengembangkan investasi dalam jangka panjang sehingga pada akhirnya dapat menjadi perusahaan yang sehat dan mampu menjadi perusahaan kelas dunia.

Referensi :


  1. Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan (dan UU 15/1985)
  2. Undang-undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
  3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik yang telah dirubah melalui PP No. 3 Tahun 2005 dan PP No 26 Tahun 2006.
  4. Keputusan Presiden No. 104 Tahun 2003 Tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara.
  5. Keputusan Menteri ESDM No. 1616 K/36/MEM/2003 tentang Ketentuan Pelaksanaan Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara
  6. Beberapa Keputusan Menteri Keuangan diantaranya :



    • PMK Nomor 431/ KMK.06/ 2002Tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Listrik
    • PMK Nomor 117/PMK.02/2005 TentangTata Cara Penghitungan Dan Pembayaran Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2005.
    • PMK Nomor 162/PMK.02/2007 Tentang Perubahan Atas PMK Nomor 111/PMK.02/2007 Tentang Tatacara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran Dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline