Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yusuf

Guru Matematika SMP

Ketakutan Mengikuti Rapid Test

Diperbarui: 13 Juni 2020   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sunjournal.com

Mari kita melawan covid19 dengan semangat gotong royong, demikian slogan pemerintah dalam rangka menanggulangi penyebaran virus corona yang kian massif saat ini. Covid19 memang harus dilawan secara bersama-sama, karena setiap orang bisa menjadi penyebab menyebarnya virus pada banyak orang. Aturan protocol kesehatan yang digerakkan pemerintah harus dipedomani dan dilaksanakan sepenuhnya oleh seluruh anggota masyarakat, karena jika satu orang saja yang melanggarnya maka penyebaran virusnya akan tetap berlanjut.

Salah satu bentuk pengamalan dari ajakan melawan covid19 dengan semangat gotong royong tersebut adalah kerelaan kita untuk mengikuti rapid test yang dilakukan pemerintah. Dengan kerelaan tersebut, maka kita telah membuktikan bahwa kita memiliki semangat bergotong royong dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona. Karena jika kita tidak mengikutinya dan ternyata kita telah terpapar virus corona, maka kita telah menyebarkan virus tersebut pada banyak orang di sekitar kita.

Kenyataan yang ada saat ini adalah masih banyak diantara kita yang tidak mau mengikuti rapid test. Ada beberapa alasan yang sering disampaikan untuk tidak mau mengikuti rapid test tersebut. Diantaranya adalah karena merasa masih segar bugar dan takut bila terbukti reaktif. Virus corona memang penyakit yang mampu menyelinap pada setiap orang, sehingga di dalam tubuh orang yang segar bugar pun tetap ada kemungkinan terdapat virus tersebut. Oleh karena itu, alas an karena masih segar bugar itu tidak bisa menjadi alasan untuk menghindar dari rapid test.

Bagi mereka yang memberikan alasan karena takut diketahui reaktif, maka sesungguhnya kita telah dengan sengaja membiarkan diri kita menjadi bagian dari penderitaan banyak orang. Ada dua kemungkinan sebab untuk kasus seperti ini, yaitu mereka yang malas untuk mengisolasi diri karena masih sehat dan takut diasingkan oleh teman-teman dan masyarakat sekitarnya. Memang ini adalah suatu hal yang sangat dilematis, karena kita akan kehilangan kebersamaan yang mengesankan dengan orang-orang yang didekat kita.

Dua pilihan yang sangat dilematis bagi kita adalah menjadi pahlawan kemanusian atau diasingkan dari pergaulan dengan orang-orang sekitar kita. Jika kita terbukti reaktif, walau sebenarnya kita segar bugar, maka kita kemungkinan akan menjadi penyebab kematian dari orang-orang tua di sekitar kita. Demikian pula sebaliknya jika kita memilih untuk mengisolasi diri dan mengasingkan diri dari orang sekitar kita, maka kita telah menjadi pahlawan bagi mereka yang rentan mengalami masalah serius yang ada di sekitar kita.

Kedua pilihan tersebut sama-sama tidak mengenakkan, namun dengan semangat gotong royong kita tentu akan mengambil pilihan untuk mengikuti rapid test dengan kemungkinan reaktif walau kita masih segar bugar. Data yang ada juga menunjukkan bahwa sebagian besar kasus baru yang terjadi akhir-akhir ini adalah orang tanpa gejala (OTG). Kita tidak perlu takut untuk diketahui reaktif, karena kita lebih mengutamakan keselamatan orang lain daripada sekedar diasingkan atau dikucilkan oleh masyarakat sekitar kita.

Sementara itu untuk kita yang tidak dinyatakan reaktif dalam rapid test atau masyarakat umum yang dinyatakan tidak terpapar covid19, wujud rasa gotong royong kita dalam melawan virus ini adalah dengan memberi dukungan moril kepada mereka yang dinyatakan terpapar virus. 

Kita bisa membantu mereka yang mengisolasi diri dengan berusaha menghibur secara virtual, menyiapkan kebutuhan makan dan minum, serta terus memberikan dukungan moril. Janganlah kita membiarkan mereka untuk berjuang sendiri dalam menghadapi virus tersebut, karena hal ini bisa membuat yang bersangkutan frustasi dan juga akan membuat orang lain menjadi takut mengikuti rapid test.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline