Berdasarkan Permendikbud Nomor 11 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2020, setiap satuan pendidikan penerima bantuan DAK Fisik Bidang Pendidikan memiliki kewenangan untuk mengelola kegiatan pembangunan maupun rehabilitasi gedung secara swakelola.
Kewenangan ini memungkinkan setiap satuan pendidikan penerima bantuan mendapat keuntungan dari pengelolaan dana DAK Fisik Bidang Pendidikan tersebut. Keuntungan tersebut dapat berupa kelebihan dana yang bisa menjadi tambahan penghasilan bagi pengelola maupun bagi segenap warga sekolah, terutama untuk kegiatan yang berbentuk rehabilitasi gedung sekolah.
Jika keuntungan itu dapat dinikmati oleh semua warga sekolah, maka keberadaan proyek DAK yang diterima sekolah menjadi berkah bagi segenap warga sekolah.
Namun jika keuntungan tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil warga sekolah, maka keberadaan proyek DAK yang diterima sekolah bisa menjadi bahan gunjingan yang cukup mengganggu harmonisasi di lingkungan sekolah. Bahkan bisa jadi juga dapat mengganggu efektifitas penyelenggaraan layanan pendidikan yang seharusnya menjadi roh setiap satuan pendidikan.
Namun apakah benar bahwa setiap sekolah penerima bantuan DAK Fisik mendapat keuntungan dari dana bantuan yang diterima? Pertanyaan ini sebenarnya bisa dijawab secara pasti bahwa itu benar.
Hal ini berdasarkan banyak pengalaman yang terjadi selama ini bahwa tidak pernah ada sekolah penerima bantuan yang melaporkan bahwa dana yang diterima tidak cukup untuk melakukan kegiatan pembangunan sebagaimana yang ditetapkan. Pun tidak pernah ada sekolah yang memberikan laporan akan adanya kelebihan dana setelah kegiatan pembangunan selesai dilaksanakan.
Ini berarti bahwa dana bantuan yang diterima telah digunakan semua dalam kegiatan pembangunan. Walaupun secara riil masih ada sisa dana yang bisa dinikmati oleh sekolah, sebagai keuntungan dari pengelolaan proyek DAK. Banyak isu yang berkembang bahwa keuntungan itu jumlahnya tidak sedikit, dan bahkan bisa mencapai setengah dari dana bantuan yang diterima.
Walaupun sebenarnya kebenaran dari isu ini masih sangat diragukan, karena memang belum ada bukti kongkrit yang bisa dipegang sebagai acuan. Masalah krusial yang melingkupi masalah ini adalah karena semua pihak yang terlibat sangat rapi membungkusnya. Namun kekisruhan antar warga sekolah yang banyak terjadi di sekolah penerima bantuan bisa menjadi indikasi kuat bahwa isu kelebihan dana tersebut benar adanya.
Mengingat besarnya keuntungan yang bisa diperoleh sekolah penerima bantuan, maka tidak sedikit dari para Kepala Sekolah yang berusaha untuk mendapatkan bantuan. Tujuan utamanya bukan lagi untuk memperbaiki mutu layanan pendidikan pada sekolah yang di pimpinnya, melainkan untuk mengincar keuntungan yang membayangi setiap sekolah penerima proyek.
Sebagaimana prinsip dagang, usaha para Kepala Sekolah tersebut bisa melebihi dari sekedar lobi-lobi kosong dengan mengandalkan data-data sekolah. Karena terbayang keuntungan besar, bisa jadi mereka akan rela mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar proyek. Hal sangatlah wajar, karena tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan dari hasil pengelolaan proyek yang diterima.
Indikasi ini pun masih diragukan kebenarannya karena belum ada bukti konkrit yang bisa menguatkannya. Namun indikasi yang berkembang di lapangan bisa dijadikan pembenaran terhadap isu tersebut. Ada banyak bukti yang bisa disampaikan terkait masalah tersebut, seperti adanya sekolah penerima bantuan yang sejatinya tidak layak untuk menerima bantuan.