Lihat ke Halaman Asli

Berbakatkah Anak Saya?

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13707521521627202773

Sebagai orang tua, pastinya pertanyaan seperti judul artikel ini sudah tidak asing lagi ditelinga anda.

Melalui artikel ini, saya ingin berbagi sedikit cerita mengenai perjalanan panjang orang tua saya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya (termasuk saya). Silahkan disimak :)

Suatu senja, pada 29 November 2011 silam, satu dari dua ponsel milik saya berdering memberikan sinyalemen kepada pemiliknya sebagai pertanda sebuah panggilan masuk. Dalam hitungan detik, sebuah percakapan serius mengalir dari kedua orang yang saling terpaut ruang dan waktu.

Inti dari percakapan tersebut mengenai pemberitahuan pemuatan artikel saya di salah satu media cetak yang sudah eksis sejak jaman Orde Baru (katanya dahulu semua pegawai negeri mendapatkannya). Sebenarnya ini bukan kali pertama artikel saya dimuat, mengingat terdapat beberapa artikel sebelumnya yang juga dimuat oleh Koran nasional yang berbasis bisnis dan ekonomi.

Namun pemuatan artikel kali ini terasa sangat istimewa, dikarenakan artikel tersebut tidak dimuat dalam rubrik opini sebagaimana biasanya. Melainkan dipajang pada halaman depan, lebih tepatnya mungkin disebut headline (Narsis sedikit). Sangat Tak disangka bisa mendapatkan tempat tersebut, mengingat kolom tersebut merupakan kolom analisis yang biasanya diisi oleh orang-orang hebat.

Sebut saja Bapak Haryono Suyono, Hatta Radjasa, Pande Radja Silalahi, dan masih banyak penulis lainnya yang menjadi langganan tetap penghias kolom analisis tersebut.

(Maaf, saya tidak menyimpan Koran aslinya, jadi saya ambil poto dari websitenya [www.suarakarya-online.com]. Padahal jika dari Koran asli, ada poto sayaa – Narsis lagi)

Singkat cerita, mungkin anda semua mengira artikel tersebut tidak berbeda dengan artikel dari penulis pada umumnya yang memiliki latar belakang sama.

Namun tidak bagi saya, ini menjadi sangat istimewa mengingat latar belakang saya bukanlah Sarjana, Master, Doktor ataupun Profesor yang mengkoleksi banyak gelar dan titel. Saya hanyalah seorang anak muda lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri jurusan IPA di bilangan Selatan Jakarta tahun 2010 lalu. Bahkan saat ini saya tidak sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di Universitas atau Perguruan Tinggi manapun. Bagaimana mungkin seorang anak lulusan SMA bisa menjadi analis di bidang perekonomian, bahkan sampai saat ini tulisannya masih kerap menghiasi beberapa media cetak. Saya menjadi tak habis pikir.

Memang, setelah lulus SMA, saya tidak berniat untuk langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Didalam pikiran saya, hidup hanya sekali, jadi untuk apa menjalani hidup yang sudah umum seperti orang lain. Lagipula pendidikan formal tidak membatasi umur, karena pendidikan itu sifatnya seumur hidup.

Akhirnya saya putuskan untuk menyelami makna kehidupan terlebih dahulu. Hitung-hitung sekalian mengasah bakat di dalam diri yang sudah lama menanti untuk digelorakan. Hingga kemudian saya memutuskan untuk berpartner dengan ayah dalam sebuah perusahaan.

Sebagai bagian dari perusahaan kontraktor multinasional yang berbasis di Malaysia (New Force Construction Indonesia Sdn Bhd) dan salah satu bagian dari konsorsium (China Railway 18th Bureau Group Co. , Ltd & China Construction Bank). Sehingga mengharuskan saya untuk bertemu dengan orang-orang hebat dari berbagai belahan dunia.

Dari sana saya mendapatkan berjuta-juta pengalaman dan pengetahuan akibat seringnya melakukan kontak dan komunikasi dengan berbagai orang dengan latar belakang yang berbeda pula. Perlu diketahui, saya tidaklah termasuk anak yang pintar atau cerdas. Semasa sekolah dulu, saya juga bukan pelanggan 10 besar peringkat kelas. Namun berbagai pelajaran hidup dari kedua orang tua saya yang membuat saya bisa menjadi seperti ini.

Pada intinya semua anak memiliki bakat. Pembedanya hanyalah bagaimana proses yang dilakukan orang tua untuk memaksimalkan bakat sang anak. Ya begitupun yang terjadi dengan saya. Membutuhkan waktu yang tidak sedikit bagi saya untuk benar-benar mengembangkan bakat dalam diri saya. Karena semuanya butuh proses, tidak ada yang instan.

Jika diibaratkan, seorang anak itu seperti berlian. Saat pertama ditemukan, bentuknya berantakan dan belum mencarkan pesonanya. Namun setelah melalui berbagai macam proses pemotongan dan lain-lain, akhirnya di dapatkan sebuah berlian dengan bentuk dan presisi yang pas, sehingga mampu memancarkan pesonanya.

Belajar dari pengalaman, berikut saya ingin berbagi beberapa tips untuk para orang tua agar dapat melakukan sebuah “proses” dalam memaksimalkan bakat anak. Tips-tips ini saya dapatkan dari apa yang telah kedua orang tua saya lakukan kepada saya. Silahkan disimak :) 1. Curahan Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan indikator utama yang harus dimiliki orang tua sebagai senjata untuk memaksimalkan bakat si anak. Terdapat sebuah pepatah yang mengatakan “ rumahku adalah surgaku”. Pepatah tersebut ada benarnya, mengingat kasih sayang orang tua-lah yang membuat rumah menjadi sangat nyaman bagi anak untuk kembali dan memaksimalkan bakat dalam dirinya. Tak perduli apapun kondisi dan bentuk rumahnya.

Banyak orang tua yang berkata bahwa saya sudah memberikan kasih sayang, salah satu caranya dengan memenuhi semua kebutuhannya, terutama kebutuhan akan materi. Semua itu benar, tapi perlu diingat, disini terdapat dua kubu yang melakukan dan menjalankan sebuah hubungan, yakni antara orang tua – anak. Oleh karenanya hubungan dan komunikasinya pun harus berjalan dua arah, tidak boleh hanya satu arah dari orang tua saja.

Maka dari itu, harmonisasi hubungan dan komunikasi dua arah harus dilakukan dan dijaga sedari anak tersebut masih kecil hingga sang anak dewasa. Dan ini harus berjalan secara berkesinambungan.

Tak ada salahnya, bagi anda para orang tua untuk meluangkan waktu sedikitnya 30-60 menit dalam sehari untuk saling berdiskusi, bercanda atau melakukan kegiatan apapun dengan anak demi menjaga harmonisasi hubungan dan komunikasi dua arah tersebut. Sehingga keduanya dapat saling memahami apa yang dinginkan dan apa yang harus dilakukan oleh keduanya. Mengingat semua pekerjaan yang dilakukan atas dasar suka menghasilkan sebuah hasil yang maksimal.

2.Ajari Anak Ikut Berorganisasi

Beberapa orang tua tidak menyadari akan pentingnya berorganisasi. Melalui pembelajaran berorganisasi, si anak akan mendapatkan berbagai pelajaran hidup yang nantinya dapat menunjang memaksimalkan bakat sang anak.

Lalu pelajaran apa saja yang bisa dipetik ? berorganisasi tidak harus selalu berada di dalam sebuah organisasi yang memiliki AD/ART sebagai dasarnya. Semua harus disesuaikan porsinya dengan umur sang anak. Intinya bagaimana sang anak dapat berinteraksi dalam sebuah kelompok/koloni.

Saya berikan contoh paling kecil, terdapat sekelompok anak usia balita yang ingin melakukan sebuah permainan, lalu mereka saling berdiskusi meminta pendapat tentang permainan apa yang akan mereka mainkan. Hingga akhirnya si ketua kelompok memutuskan mereka akan bermain petak umpet. Kemudian setiap anak tersebut menjalankan tugasnya masing-masing, ada yang berjaga dan yang lainnya bersembunyi di manapun asal tidak ketahuan. Setelah sekiranya hitungan waktu untuk bersembunyi telah habis sebagaimana dengan yang sudah disepakati sebelumnya, lalu si penjaga akan mencari-cari anak-anak yang bersembunyi. Apabila ada anak yang sedang bersembunyi terlihat oleh anak yang berjaga, maka akan di anggap tertangkap, sedangkan yang pertama kali tertangkap akan mendapat tugas berjaga di permainan berikutnya.

Dari contoh kecil tersebut dapat dilihat betapa banyak pelajaran yang dapat menunjang untuk memaksimalkan bakat sang anak. Sebut saja pelajaran Kepemimpinan, contohnya adalah saat muncul sebuah sosok ketua kelompok yang memutuskan akan bermain apa, padahal mereka semua seumuran, tetapi tidak semua anak memiliki bakat menjadi pemimpin. Lalu ada pelajaran Tanggung Jawab, contohnya ketika mereka bermain petak umpet, mereka melaksanakan tugas masing-masing dengan penuh tanggung jawab. Belum lagi pelajaran Kejujuran, saat anak yang pertama kali tertangkap, dya diharuskan untuk menjadi penjaga berikutnya, disini diterapkan betapa pelajaran kejujuran sangat diperlukan dalam permainan ini.

Sejatinya masih banyak pelajaran-pelajaran lainnya yang dapat dipetik dari kegiatan berorganisasi ini, seiring bertambahnya usia, aktifitas organisasi si anak pun mulai bertambah bobotnya. Oleh karenanya, anda sebagai orang tua, sudah sepatutnya memberikan pembelajaran berorganisasi kepada anak. Karena pendidikan berorganisasi sangat menerapkan nilai-nilai luhur dari Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa yang sangat bermanfaat untuk memaksimalkan bakat anak anda.

3.Ajak Anak Untuk Berkegiatan di Alam Bebas

Kita diciptakan Tuhan YME tidak hanya sendirian, masih banyak ciptaan Tuhan YME lainnya, termasuk alam beserta isinya sebagai pelengkap dan penunjang hidup manusia. Menjadi menarik, karena alam tidak hanya memberikan kita penghidupan, melainkan juga memberikan kita pembelajaran.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan, pada dasarnya ilmu pengetahuan sendiri adalah upaya mengungkapkan bagaimana mekanisme alam dan isinya bekerja. Tak heran apabila banyak penemu-penemu tersohor justru menemukan teori disaat berinteraksi dengan alam. Selain itu, alam juga memberikan pembelajaran terhadap upaya peningkatan kreatifitas anak. Gempuran teknologi membuat anak-anak berada dalam sebuah kondisi yang nyaman, sehingga terjangkit sebuah rasa malas untuk berkreasi. Dengan melakukan berbagai kegiatan di alam bebas, sisi imajinatif anak dapat terasah, mengingat banyak hal-hal baru yang akan ditemui oleh si anak.

Masih banyak pembelajaran lainnya yang dapat diambil dari kegiatan di alam bebas ini, semua bergantung pada porsi yang diberikan sesuai umur dari si anak. Semakin bertambah umurnya, kegiatan yang dilakukan juga memiliki tingkat resiko yang lebih besar juga. Sehingga menambah pembelajaran yang akan didapat. Salah satunya pembelajaran Manajemen Kepanikan saat menghadapi situasi darurat, sehingga anak-anak dapat memanajemen tekanan yang didapatnya, alhasil si anak dapat mengendalikan ketenangan diri disaat banyak tekanan menghampirinya.

4.Berikan Pemahaman Tentang Kehidupan

Memberikan pemahaman kehidupan pada anak menjadi penting, sebagai orang tua, anda tidak selamanya dapat menemani mereka, kemandirian akan sangat dibutuhkan oleh si anak. Oleh karenanya, dengan memberikan pemahaman kehidupan, diharapkan anak anda dapat mengerti tentang pahit getirnya kehidupan. Sehingga akan menimbulkan sebuah rasa tanggung jawab kepada si anak, bahwa dirinya tidak boleh mudah meyerah dalam menjalani hidup dan semua harus diraih secara mandiri.

Tak ada salahnya mengajak anak anda untuk keluar dari zona kenyamanan demi memberi sebuah pelajaran hidup. Selama masih dalam batas kewajaran, toh pada akhirnya hal tersebut juga memberikan efek pembelajaran kepada si anak.

Akhir kata, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua saya atas semua usahanya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Saya yakin, semua jalan yang ia tunjukkan kepada saya, merupakan jalan yang terbaik bagi saya agar dapat mengarungi kehidupan. Kini saya mengakui bahwa tak selamanya malaikat itu bersayap, tak selamanya malaikat itu cemerlang dan tak selamanya malaikat itu rupawan. Karena malaikat sejati bagi saya adalah Kalian Orang Tuaku.

Saya ingin mendedikasikan tulisan ini untuk kedua orang tua saya. Terima Kasih Ayah dan Ibu :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline