Lihat ke Halaman Asli

Wajah Yingluck Shinawatra dan SBY

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_134723" align="aligncenter" width="640" caption="Repro Kompas (13/9)"][/caption] Tersenyum antara malu-malu dan bangga, wajah Perdana Menteri (PM) Thailnad Yingluck Shinawatra tampil menggemaskan bak anak ABG bermanja di hadapan orang dekatnya. Lelaki di depannya, dengan tangan terulur ragu-ragu ingin menyambut  kemanjaan Yingluck. Malu-malu wajah si pengulur tangan itu: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Karya fotografer Kompas, Alif Ichwan, yang ditampilkan di halaman muka Kompas hari ini dengan jeli menangkap dua imajinasi publik terhadap dua pemimpin negeri itu. Bila kerupawanan Yingluck direpresentasi Alif dengan visualisasi penting dan gestur manja, menyimpan rahasia,serta tak terduga, demikian pula persepsi (sebagian) publik di Indonesia terhadap pemimpinnya berhasil diwakili dengan gestur tangan dan mimik SBY.

Keintiman yang dibangun dari konstruksi foto Ichwan boleh jadi selaras dengan retorika yang dipetik Kompas di halaman 17. Kalau foto itu ditambah dengan petikan ucapan mereka rasanya memadai sekali.

Dengan bahasa tubuh menggemaskan tapi mengundang misteri, pose foto Yingluck itu seolah sesuai dengan ucapannya, "Saat ini, banyak perusahaan swasta Thailand yang berinvestasi di Inonesia, khususnya di sektor energi,. Kami mendorong pebisnis Thailand mengembangkan usahanya di Indonesia dan tanggung jawab sosialnya ke masyarakat."

Senang dengan isi pesan Yingluck, SBY lantas mengulurkan tangan. Uluran tangan yang tidak penuh, baru setengah jarak di antara mimbar keduanya. Ada kesan tangan SBY itu senang, tetapi juga tidak menyurutkan nuansa adanya keraguan. Tangan yang kosong (belum tersambut oleh tangan Yingluck) mengesankan kesendirian pemimpian kita, dan lebih berposisi sebagai penyambut (baca; penunggu) yang baik (alih-alih penginisiatif). Dan inilah yang kerap hadir dari sikap Pak SBY dalam setiap mengambil kebijakan.

Jadi, meski di foto itu SBY-lah yang berbaik hati sebagai tuan rumah untuk mengulurkan tangan, tapi pemaknaan foto Kompas bisa bermakna majemuk. Tidak dimungkiri ada tafsiran bahwa SBY semacam dikuatkan kesan "penanti"-nya daripada sebagai penginisasi. Sebuah 'pelecehan' terselubung yang ditangkap jeli oleh foto Ichwan.

Senyum SBY pun bukan senyum lepas. Mata awam pun bisa melihat lekuk bibir dan mulut SBY justru menyimpan semacam peraguan, dan semoga bukan peremehan. Kesan membapakkan diri dengan 'nakal' ditangkap fotografer Kompas menyuratkan relasi dominan dan subdominan namun dengan pesan sinis berupa kemisterian pihak yang (akan) disubdominan, yakni Yingluck.

Boleh saja SBY inferior dalam tampilan foto-foto bersama pemimpin negara maju atau pemodalnya (klik di sini, contohnya), tetapi di foto ini ia tampil gagah dan melindungi perempuan. Berhenti sampai di sini? Ternyata tidak. Tak mau relasi superioritas laki-laki hadir, fotografer segera mengimbanginya dengan gestur dan mimik lincah (juga penuh misterius) dari Yingluck. Sehingga dengan adanya 'perlawanan' performasi tubuh Yingluck, kesan kebapakan SBY tidak lagi dominan atau begitu kasat mata lagi.

Itulah sedikit kesan pribadi saya dari pemaknaan semiotik atas foto SBY dan Yingluck. Sepakat? Tidak harus, kok, namanya juga penilaian subjektif. Buat Pak Julian barangkali perlu mengelola lebih alami lagi tampilan Pak SBY biar tidak 'dikerjai' juru potret pesanan redaksi. Hehehe....[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline