Lihat ke Halaman Asli

Aku Bertanya Pada Filsafat

Diperbarui: 1 Desember 2015   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By:  YUSUF MAHDI

 

“Awan dukacitaku berlalu dan aku minum di dalam terang. Kesadaranku terkumpul kembali, aku mulai mengamati wajah tabibku. Aku membuka mataku dan membenarkan pandanganku ke arahnya, dan aku melihat bahwa dialah yang merawatku sejak masa mudaku, -filsafat-”

-Anchius Bothieus-

Memahami sebuah refleksi Anchius Boethius di atas bahwa filsafat telah mengubah hidupnya, dimana dari kekosongan, kebingungan, bahkan keyakinan yang membuatnya sadar akan berharganya hidup dalam berfilsafat. Anchius tersebut sadar bahwa yang membawanya dari kegelapan menuju cahaya dengan bimbingan filsafat, lalu mengapa harus berfilsafat? Ya, filsafatlah gudang pertanyaan yang mengantarkan dan menunujukkanmu jalan kebenaran. Filsafat yang membuatmu mempertanyakan semua kegelisahan hidupmu, mengapa kita harus ada? Siapa yang meng-adakan kita? Mengapa kita harus hidup dan meniti jalan yang berliku-liku tajam?, tentu berawal dari mempertanyakan apa yang harus dipertanyakan dalam hidup kita ini filsafat hidup dan menjadi lentera kebenaran.

Mungkin sebagian orang memandang bahwa filsafat itu membingungkan, mengerikan, bahkan menyesatkan. Tentu semua ini praduga yang salah. Bukan filsafat yang menyesatkan, tapi kita lah yang sesat dalam memahami filsafat. Filsafat tidak akan hadir, jika kita tak menghadirkannya, maka dari itu hadirkanlah filsafat dalam hati terdalam dan mulailah mempertanyakan segala sesuatu.

 “Kebahagiaan tertinggi yang bisa diperoleh manusia adalah kebahagiaan intelektual”

                                                            – Aristoteles-

Ya begitulah Aristoteles memaknai hidupnya bahwa intelektual bagi dirinya adalah puncak kebahagiaan. Mungkin hanya sedikit orang yang mempunyai pemikiran seperti Aristoteles, bahkan kebanyakan mereka meniti jalan hidup layaknya zombie yang tak tau arah tujuan, mengapa hidup?, dan mengapa aku dilahirkan?. Semua ini berjalan begitu saja, seolah-olah tak ada hal yang harus dipertanyakan dalam hidup. Jika demikian, kenapa tidak bunuh diri saja? Mungkin terdengar begitu ironis, tapi inilah kenyataannya bahwa hidup tak bermakna.

Sebenarnya bukanlah hidup yang tak bermakna, melainkan makna yang tak hidup. Lalu bagaimana agar makna itu menjadi hidup? Jawabannya hanya satu, tanyalah pada filsafat!

Lalu, disamping itu, apakah filsafat bisa membuat orang lapar menjadi kenyang? Ya tentu tidak bisa. Apakah filsafat bisa membuat orang yang sakit menjadi sehat? Mungkin ada gunanya. Kalau kita baca textbook kedokteran modern, ternyata sudah memasukkan apa yang disebut holistic knowledge, yaitu memasukkan unsur-unsur jiwa yang bersifat mental untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Menurut pandangan Cartesian, seperti kata Gilbert Ryle, antara tubuh dan jiwa ini sebetulnya tidak ada hubungannya. Sehingga kata Gilbert Ryle, jiwa itu seperti ghost in the machine (hantu dalam mesin). Yang satu makhluk halus, yang satunya mesin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline