Lihat ke Halaman Asli

Yusuf Lauma

Pekerja lepas

Desa Puncak

Diperbarui: 26 Februari 2024   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah keindahan Desa Puncak, motor merah itu menembus keramaian jalan dengan kecepatan tinggi, membawa penunggangnya menuju takdir yang tak terduga. Mesinnya menderu tanpa henti, melibas puluhan motor lainnya yang beriringan menuju suatu tempat.

Waktu tempuh yang semestinya satu setengah jam, namun hanya setengah jam lagi sebelum shalat asar di desa itu dimulai. Sepertinya penunggang motor merah itu memiliki tujuan yang mendesak di Desa Puncak.

Desa itu ramai menanti kedatangan sang penunggang motor merah. Di meja-meja berserak aneka masakan ayam merah, mulai dari santan iloni, woku, geprek, hingga panggang rica-rica. Keunikan ini semakin menarik ketika diketahui bahwa masyarakat desa ini bersiap memberikan penyambutan istimewa bagi pemotor merah dan teman-temannya.

Sebuah cerita tragis enam bulan lalu melibatkan seorang teman dari grup pemotor itu yang datang ke desa. Risman, namanya, dengan kejam menggunakan bilah Dirosah menghajar orang tua, anak muda, bahkan anak-anak sekolah di desa itu. Namun, kejadian itu mengubah arah hidup mereka.

Kini, desa itu telah bertransformasi. Anak muda yang dulu dihajar Risman dengan bilah Dirosah sekarang mahir membaca Al Quran. Awalnya, terdengar bercuap-cuap imut seperti bayi, namun kini mereka lancar mengucapkan huruf-huruf Al Quran dengan benar.

Risman kembali ke desa dengan maksud baik. Dia mengundang pemotor merah dan kawan-kawannya untuk menguji bacaan Al Quran penduduk desa. Pertemuan ini adalah ujian bagi mereka, apakah bacaan mereka sudah sesuai dengan kaidah Al Quran, seperti sifat huruf, gunnah, ikhfa, sebutan iqlab, dan qal qalah.

Pertemuan di tengah kebun tebu terluas di Sulawesi menjadi momen penuh harap. Rembuk nilai pemotor merah dan kawan-kawannya menunjukkan bahwa nilai ujian mereka di Desa Puncak ini di atas rata-rata, mencapai 100%.

Apakah keberhasilan ini ada hubungannya dengan hidangan kuliner ayam merah yang lezat? Pertanyaan ini masih menjadi misteri, namun yang pasti, malam itu, ketika pulang di bawah sinar purnama, hati pemotor merah dan kawan-kawannya senang. Mereka tidak hanya melewati waktu, tetapi juga mempersiapkan diri untuk menyambut Ramadhan dengan semangat tadarrus Al Quran.

Huruf-huruf Al Quran tidak lagi dipandang sama rata. Jim dan Dzal, Kaf dan Qaaf, Alif dan 'Ain terukir jelas dalam hati mereka. Semoga Ramadhan nanti mereka dapat menghatamkan Al Quran berulang kali sebagai tanda kebahagiaan dan keberhasilan atas perjuangan mengatasi masa lalu yang kelam. Rabbana walakal hamdu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline