Pengendara Motor Gede (MOGE) Harley-Davidson berinisial APP dan AW memberikan santunan Rp 50 juta kepada keluarga bocah kembar berusia delapan tahun yang mereka tabrak di Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2022). Saat menyerahkan uang tersebut ke pihak keluarga, pengendara moge tersebut juga membuat sebuah perjanjian Isinya, Pertama, pihak kesatu (keluarga korban) dan pihak kedua (penabrak) telah menerima bahwa kecelakaan tersebut sebagai musibah dari Allah SWT. Kedua, pihak kedua yaitu APP memberikan santunan uang tunai kepada pihak ke satu sebesar Rp 50 juta dan pihak ke satu sudah menerimanya , Ketiga, pihak kesatu dan pihak kedua telah sepakat dan mufakat bahwa perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, serta pihak kesatu tidak akan menuntut di kemudian hari secara hukum pidana maupun perdata kepada pihak kedua, Keempat, apabila dikemudian hari ternyata ada pihak lain yang mempersalahkan kembali permasalahan ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengesampingkan atau tidak menanggapinya dan atau gugur demi hukum.
Dari kasus diatas kemudian apakah pemberian uang santunan senilai Rp 50 juta oleh Pelaku kepada Keluarga Korban akan menghapuskan sanksi pidana atas kelalaian pelaku yang menyebabkan hilangnya nyawa ?
Disini penulis akan mencoba memberikan jawaban terkait dengan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku dari sudut hukum pidana.
Menurut Chairul Huda "bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang akan mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum.
Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk berekasi atas pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati"( Chairul Huda, 2006:68)
Dalam hukum pidana terhadap seseoraang yang melakukan pelanggaran atau suatu perbuatan tindak pidana maka dalam pertanggungjawaban diperlukan asas-asas hukum pidana.
Salah satu asas hukum pidana adalah asas hukum "nullum delictum nulla poena sine pravia lege" atau yang sering disebut dengan asas legalitass, asas ini menjadi dasar pokok yang tidak tertulis dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana "tidak dipidana jika tidak ada kesalahan".
Dasar ini adalah mengenai dipertanggungjawabkannya seseornag atas perbuatan yang telah dilakukannya. Artinya seseorang baru dapat diminta pertanggunngjawabannya apabila seseorang tersebut melakukan kesalahan atau melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan".
Dalam kasus diatas pelaku dituntut dengan pasal 130 ayat (4) Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Ayat (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).