Lihat ke Halaman Asli

Pencarian Saya dan Rina Nose

Diperbarui: 22 November 2017   02:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillahirahmanirrahim.

Assalamualaikum wr, wb.

Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Besar kita MUHAMMAD SAW. Yang membawa kita dari Zaman Jahiliah sampai Zaman Terang benderang seperti sekarang ini. 

Izinkan saya menceritakan perjalanan hati saya menggunakan "hati" saya.

Saya Yusuf, saya adalah manusia yang selalu bertanya-tanya diciptakan oleh zat seperti apa saya, dan untuk apa saya diciptakan. Saya dapat bernafas, melihat keindahan dunia, mendengar, memiliki keluarga dan banyak hal lainnya, kenapa semua kenikmatan itu saya miliki, dan atas hak apa saya mendapatkan kenikmatan itu semua.
Saya fahami, bukan hanya saya saja manusia yang mengolah rasionalnya untuk pertanyaan-pertanyaan yang menggundahkan rasa ini.
Sehingga dari zaman dahulu hingga sekarang terbentuk lah ilmu-ilmu dan berbagai hal yang dibuat oleh "manusia" itu sendiri, lalu memberikan penghormatan kepada manusia yang telah lebih maju mengolah rasionalnya dibanding manusia yang tidak.

Usia saya saat ini 22thn, mungkin berkisar 5 atau 6thn yang lalu saya mulai mencari cari jawaban atas kegundahan yang saya rasakan.

Sekarang tanpa panjang lebar, berikut ringkasan dari pengalaman batin yang saya rasakan:
Pertama, telah saya sadari bahwa Akal saya tidak akan pernah sampai langsung kepada Tuhan Semesta Alam, yang memiliki semua akal manusia yang ada di bumi ini, dari awal zaman hingga akhir zaman. Saya akui itu dengan kedangkalan akal yang saya miliki. Hina hina dan hina, dangkal dangkal dan dangkal.

Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di fikiran saya itu, saya tidak meyakini itu berasal dari akal saya. Karna ada makhluk yang saya yakini Tuhan ciptakan untuk menjerumuskan akal saya "tapi tidak dengan hati saya".

Ketiga, dapat saya simpulkan pada kisah saya, dan saya meyakininya, bahwa kedudukan hamba disisi Tuhannya bukanlah di dapat dari kecerdasan berfikir hamba tersebut, Jika seperti itu surga hanyalah milik professor dan para ilmuan saja.

Keempat, saya amati dan saya sadari, bahwa Tuhan bukanlah menguji Akal kita, melainkan Tuhan menguji Hati kita, terlihat bagaimana segala unsur dalam agama itu tidaklah rasional, bagaimana suatu keyakinan mengajarkan kita utk mengelilingi batu (Kabbah), mengajarkan kita melakukan gerakan yg beragam dalam 5 waktu yang berbeda (sholat), menciptakan hewan yang dilarang untuk kita memakannya? Apakah maksud semua ini, apakah rasional?

Kelima, kembali kepada suratan yang pertama, bahwa akal kita tidak akan dapat sampai langsung kepada Tuhan, disamping itu saya menyadari bahwa Sang Maha Mengetahui dengan kesempurnaanNya, Mengetahui bahwa hambaNya tidaklah dapat meraih keCintaan kepada penciptaNya secara langsung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline