Dog, dog, dog. Dog, dog, dog" Suara ketukan pintu yang biasa dialami oleh penghuni baru kosan, bahkan suatu malam saking jengkelnya karna berulang kali ku buka tak ada siapapun aku hanya mengintip dari jendela tapi justru dengan di intip terlihat wanita berambut panjang mengenakan pakaian serba hitam sedang duduk mengungkang didepan teras kamar kosku, asu umpatku dengan badan yang memaku, setelahnya aku baca semua suratan pendek yang bisa ku baca, seperti di film film sosok itu lantas menghilang bersamaan dengan kedipan mata.
Sejak awal memang mencurigakan kenapa ada kos di Godean sebulan seratus lima puluh ribu pikirku, padahal dari hampir sepuluh kos yang sudah kudatangi rata rata memiliki harga 300 ribu keatas, tapi ketika pertama masuk memang layak si dihargai segitu karna bangunan tua, kumuh terlihat tak terawat, aku terpaksa menempatinya karna memang waktu yang sudah mepet dan minimnya bajet toh aku hapal ayat kursi, pikirku.
Mukti dari tadi mencoba meyakinkan ku dengan selalu bertanya "koe nyakin sup.? Rong taun tinggal disini" Sinambi menghisap gudang garam filter, aku hanya menggangguk dan " Yo uis lah, uis kesel nggolet udah jam segini juga. " Sebagai perantau pemula aku bingung harus bagaimana karna dari pertama kedatangaku jam 3 sore aku keliling mencari kosan, tak ada satupun yang kosong.
Sampai sendekala aku baru bertemu dengan nenek nenek berkebaya yang menunjukan ku kosan pak Broto ini. Bagai oase ditengah gurun mendengar ada kamar lalu harga yang miring, kotor dikit ngga masalah nanti bisa di bersihkan pikirku.
Namaku ucup aku dari banyumas, ini kali pertama aku menginjakan kaki di jogja, bukan untuk berwisata tetapi untuk mengadu nasib mengamalkan ilmu yang kudapat di bangku sekolah, sebenarnya aku tak begitu ingin mengadu nasib di Yogyakarta karna menurut kabar yang kudapat dari kaka kelas disini umr rendah, tapi apa mau dibuat setelah kelulusan dan aku mencoba melamar kerja di banyak perusahaan farmasi tetapi yang nyantol hanya dan positif berangkat hanya di satu perusahaan yaitu di salah satu apotek ternama di indonesia.
Dari keberangkatan sudah ada pertentangan, orang tua ku tidak setuju ketika aku harus berangkat dihari dengan pasaran tertentu biasa orang jawa apa apa dihitung, aku masih ingat aku dijadwalkan berangkat dihari sabtu Pahing, sedangkan menurut kepercayaan sebagian orang warga banyumas dianjurkan untuk tidak bepergian dihari tersebut, aku memaksa untuk tetap berangkat yang sebenarnya sebagai alasan supaya nanti tidak dibolehkan kerja di jogja oleh orang tua, tapi nyatanya tidak aku tetap berangkat.
Jam 15.00 sampai aku bertemu mba diah, mba diah bisa dikatakan sebagai penanggung jawab di apotek tersebut, ia mempersilahkan untuk masuk lalu di ikuti pertanyaan basa basi, setelah hampir 15 menit kami berbasa basi, ia menyarankan supaya mencari kosan disekitaran apotek, sebenarnya ruangan lantai 2 dan katai 3 apotek tersebut kosong tapi merka tidakenyarankan untuk tinggal disana dengan alasan hal hal menyeramkan yang terjadi disana.
Aku mengiyakan aku berkeliling menanyakan satu persatu adakah kosan kosong tapi aku kembali ke apotek tanpa hasil, semua kamar kos di sekitaran apotek penuh. Setalah berbincang mba diah menelpon pacarnya mas mukti yang akan membantu mencari kamar kos dengan radius yang lebih jauh dari apotek.
Jam 17.00, aku dan mas mukti berangkat menyelami lorong lorong perkampungan di sudut perempatan bakmi pak pele, kami menemui hampir lima pemilik kosan dengan kesimpulan yang sama kamar penuh. Tak terasa tarhim berkumandang masuk waktu sendekala ( waktu peralihan sore menuju malam) aku yang dibelakang (mbonceng motor mas mukti) melihat ada sosok nenek berkebaya sedang menyapu di depan rumah reot di sebrang sawah, aku berinisiatif memberhentikan mas mukti bermaksud menanyakan kosan, belum aku turun sempurna nenek itu sudah menjawab "kosan iku loh mas, griyone pak Broto" Sambil menunjukan arah jalan, aku tak heran karna dari tadi aku sudah dua kali muter jalan itu, mungkin orang lain sudah bercerita bahwa ada anak cari kosan dan sampai ke telinga si nenek, ditambah aku menggendong ransel. Setelah berterimakasih aku melanjutkan perjalanan diatas motor aku baru heran karna si nenek sempat mengucap "tapi hati hati yo le, koe tembe tekan dino iki to, sebtu paing" Pesan lembut darinya
Aku mulai dinail ah cuma kebetulan si nenek tahu, dan sudah sewajarnya orang tua ngelingke sing enom. Aku berhenti tepat di depan rumah warna hijau dengan gaya lama, aku diajak masuk sang pemilik untuk memilih kamar, mukti hanya diam membuntuti dengan sesekali menanyakan apakah aku yakin akan tinggal di sini, karna kesan pertama yg terpancar ini menyeramkan dan kumuh .
Setalah aku memilih kamar akhirnya aku bayar untuk 2 bulan. Aku memilih kamar no 3. Letaknya ditengah diapit kamar no 1 yang bersebelahan dengan sumur timba tua dan no 4 bersebelahan dengan dapur tak terurus. Setelah selesai berkemas aku memutuskan untuk mengambil barang di apotek.