Bom tersebar di mana-mana, namun sayangnya bom yang muncul belakangan nampak tidak lazim: berdaya ledak sangat rendah, ditujukan secara personal, dikirim kepada kelompok yang dianggap publik figure (figure apanya ya? bingung hehe).
Ada beberapa faktor yang bisa kita simpulkan bahwa Bom Buku itu hanyalah 'kesalahan antisipasi yang gagal' :
1. Seperti dikatakan di atas, bom tersebut berdaya sangat rendah sehingga pengirim sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh target. Daya rendah ini adalah sebuah trend baru yang tidak lazim jika dilihat dari track bom yang berlangsung sejak 2000. Pada setiap kejadian bom, biasanya pemerintah dengan serta merta menunjukkan jaringan teroris islam (emang ada ya teroris islam? saya jadi inget cerita guru saya: saking parahnya mengidap penyakit takut islam atau xenopobhia, sampai-sampai kerbau pa haji aja ditanya: pa kerbau, apa anda juga beragama islam pa kerbau? sebab sy takut anda teroris yang menyamar...) sebagai pelaku utama.
2. Objek bom saat ini adalah orang-orang yang dikenal luas oleh publik, baik karena aktivitas nyari duit lewat nyanyi atau pun kontroversial karena memasang label islam liberal (aneh islam ko liberal? emang nabi muhammad islam non liberal atau islam tradisional yak?). Tentu saja efek yang ingin ditimbulkan adalah "Ketakutan Massal".
3. Bom hadir di tengah-tengah berbagai pergunjingan politik nasional dan internasional yang menyudutkan SBY.
Dari ketiga faktor itu, ada hal yang jelas yang harus dilihat, bahwa: pertama, pelaku bom adalah orang atau kelompok yang memahami betul mengenai teknik-teknik membuat bom, kedua, pelaku adalah orang yang memiliki akses terhadap fasilitas militer dan sumber-sumber bahan baku yang berkaitan dengan militer. Ketiga, pelaku memiliki akses terhadap informasi militer dan intelejen sehingga sampai saat ini pelaku tidak dapat ditangkap.
Oleh karena itu, akan lebih mudah jika kita melihat bahwa kaitan faktor itu menunjuk pada militer dan badan-badan intelejen sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab besar dalam terjadinya aksi peledakan tersebut. dalam beberapa doktrin tua intelejen, pemerintahan yang kuat harus dibangun melalui tidakan kekerasan dan tindakan teror, dan untuk mempertahankannya harus dibangun melalui demokrasi (sebagai perangkat lunak) dan kekuatan uang (sebagai perangkat keras). Partai sebagai pelaku politik untuk merebut kekuasaan harus bekerja sama dengan Premanisme (tindakan kekerasan) dan militerisme (tindakan teror).
Nah, menurut hemat saya, anda sendirilah yang mampu menyimpulkan siapa sesungguhnya pelaku teror tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H