Lihat ke Halaman Asli

Mohamad Yusuf Fauzi

Masyarakat Sipil Biasa

Kajian Unsur Pidana Mempengaruhi Orang Lain untuk Golput

Diperbarui: 20 September 2024   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar KPU RI

Dalam waktu dekat pada 27 November 2024 nanti akan berlangsung Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) serentak. Namun dalam pesta demokrasi ada saja upaya dari kelompok tertentu untuk mengajak atau mempengaruhi pemilih untuk golput.

Golput atau Golongan putih adalah tindakan seorang warga negara yang memiliki hak pilih namun secara sadar memilih untuk tidak menggunakan haknya tersebut. Golongan ini merupakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak mengambil bagian atau tidak memilih dalam upaya menjalankan demokrasi.

Istilah golput tidak dikenal dalam peraturan manapun yang berkaitan dengan Pemilu maupun Pilkada. Istilah yang dikenal adalah mempengaruhi atau mengajak pemilih untuk memilih atau tidak memilih peserta Pemilu maupun Pilkada.

Terdapat sejumlah faktor yang dapat mendorong seseorang atau kelompok masyarakat untuk melakukan golput, antara lain:
1. Ketidakpuasan terhadap sistem politik: Ketidakpercayaan terhadap sistem politik yang berlaku, terutama terkait dengan praktik korupsi, nepotisme, dan ketidakadilan, dapat menjadi alasan utama seseorang memilih untuk golput.
2. Ketidakpuasan terhadap calon: Kurangnya pilihan calon yang dianggap kompeten dan representatif dapat membuat pemilih merasa tidak memiliki opsi yang sesuai dengan aspirasi mereka.
3. Apatisme politik: Ketidakpedulian atau sikap acuh tak acuh terhadap politik dapat menyebabkan seseorang merasa bahwa partisipasi dalam pemilu tidak memiliki arti yang signifikan.
4. Protes simbolik: Golput dapat menjadi bentuk protes simbolik terhadap kondisi politik yang dianggap tidak demokratis atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini.

Golput memiliki dampak yang kompleks terhadap sistem demokrasi di Indonesia. Beberapa implikasi negatif dari fenomena ini antara lain:
1. Melemahnya legitimasi pemimpin: Pemimpin yang terpilih dengan tingkat partisipasi pemilih yang rendah cenderung memiliki legitimasi yang lebih lemah.
2. Terhambatnya proses representasi: Golput dapat menghambat proses representasi kepentingan masyarakat di dalam lembaga perwakilan.
3. Menurunnya Kualitas Demokrasi: Tingginya angka golput menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Hal ini dapat mengikis nilai-nilai demokrasi seperti partisipasi, persamaan, dan keadilan.

Dasar Hukum dan Sanksi Pidana
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah dalam pasal 73 ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut;
Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.

Sedangkan mengenai sanksi Hukum terhadap tidakan tersebut diatur lebih lanjut dalam pasal selanjutnya yakni pada Pasal 187A ayat 1 yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Terdapat ketentuan pidana bagi setiap orang yang secara sengaja mengajak atau mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara-cara tertentu. Agar suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terkait ajakan golput, harus terpenuhi beberapa unsur, yaitu:
1. Mempengaruhi Penggunaan Hak Pilih: Perbuatan yang dilakukan harus bertujuan untuk mempengaruhi seseorang menggunakan hak pilihnya.
2. Unsur Kesengajaan: Pelaku harus memiliki niat atau kesadaran penuh untuk melakukan perbuatan tersebut.
3. Cara Tertentu: Cara yang digunakan untuk mempengaruhi penggunaan hak pilih dengan cara-cara tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan proses Pilkada, seperti memberikan uang atau materi lainnya, iming-iming atau janji.
4. Waktu tertentu: yakni menjelang pemilihan kepala daerah(Pilkada).


Tujuan Pemberlakuan Sanksi
Pemberlakuan sanksi pidana terhadap ajakan golput bertujuan untuk:
1. Menjaga integritas pemilu: Mencegah terjadinya praktik-praktik yang dapat mengganggu jalannya pemilu yang demokratis dan bermartabat.
2. Mendorong partisipasi politik: Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu sehingga hasil pemilu menjadi lebih representatif.
3. Menegakkan hukum: Menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemilu.

Ajakan golput merupakan tindakan yang tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merugikan negara dan demokrasi. Oleh karena itu, perlu adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline