Bahkan tak jarang juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.
Politik uang adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang merupakan salah satu bentuk suap.
Suap dalam bahasa Arab adalah risywah. Risywah juga dimaknai sebagai ju'lun artinya hadiah, ada juga yang memaknai sebagai al-wushlah ila haajah bil-mushaana'ah, cara sampai pada satu keperluan dengan berbagai rekayasa.
Dari definisi tersebut, diperoleh pengertian bahwa ar-risywah adalah sesuatu berupa hadiah, komisi, pemberian, konsesi dan lain sebagainya yang diberikan oleh penyuap (ar-raasyii) yang mempertalikan antara dirinya dengan orang yang menerima suap (al-murtasyi) dengan bantuan perantara (ar-raaisy) untuk merekayasa sesuatu dalam rangka memperoleh sesuatu yang disepakati antar mereka yang terlibat.
Perbuatan risywah hukumnya haram berdasarkan beberapa dalil berikut:
Dalam sebuah hadis dari riwayat Ahmad sebagai berikut:
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah Melaknat penyuap dan yang disuap." [HR. Ahmad]
Dijelaskan pula dalam hadis lain:
"Diriwayatkan dari Umar radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht), nerakalah yang paling layak untuknya. Mereka bertanya: Hai Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud? Beliau menjawab: Suap dalam perkara hukum." [HR. Ibnu Jarir]
Namun di sosial media banyak yang komen gini,
"Terima, tapi jangan pilih". Silakan, tidak bisa dicegah, tapi kita jadi tidak punya hak moral untuk protes kalau tingkat korupsi politisi/pejabat/birokrat sangat tinggi, karena itu cerminan rakyatnya yang aji mumpung dan minim integritas.
Dan perlu diketahui dalam kontestasi Pilkada pemberi dan penerima politik uang bisa dipidana sebagaimana diatur di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dalam pasal 187A ayat 1 dan 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H