Lihat ke Halaman Asli

Yusuf CeKa

Citizen Journalist

Beda Sosialisasi 4 Pilar dan Penataran P4

Diperbarui: 1 September 2016   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pementasan kesenian dalam sos 4 pilar di Ngemplak, Sleman, Yogyakarta

Sebenarnya apa sih perbedaan Pancasila pada masa orde baru dengan pada masa sekarang? Kalau dulu Pancasila sering disosialisasikan lewat Penataran P4 sekarang kita sering mendengar tentang sosialisasi 4 pilar, lantas apa bedanya? Kalaupun sosialisasi 4 pilar sering dilakukan kenapa korupsi justru merajalela di kalangan para penegak hukum?

Itulah beberapa pertanyaan kritis yang dilontarkan warga saat diadakan Sosialisasi 4 Pilar di Dusun Ngemplak, Kelurahan Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta, Selasa malam lalu (30/8/2016). Dr Saifudin SH MHum, ahli hukum tata Universitas Islam Indonesia (UII) tersenyum sambil mengangguk-angguk mendengar lontaran tersebut.

“Selama ini saya lebih sering berhadapan dengan mahasiswa kritis di dalam dinding kampus. Namun pada malam ini saya berada di depan ‘mahasiswa’ segala usia, dari bayi hingga nenek-nenek. Dan mereka tak kalah kritisnya dibandingkan yang ada di dalam kampus. Inilah bentuk ‘Universitas Masyarakat’ paling riil yang pernah saya hadapi,” kata staf pengajar Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini yang disambut tepuk tangan warga.

Malam itu Dusun Ngemplak, Sinduharjo, Sleman menjadi tempat penyelenggaraan Sosialisasi 4 Pilar yang diadakan anggota MPR RI H. Ambar Tjahyono SE, MM. Pelaksanaan sosialisasi 4 pilar itu terbilang unik karena mengkolaborasikan antara dialog tentang kebangsaan dengan pementasan kesenian Tari Angguk dan Tari Badui.

Menjawab pertanyaan warga tersebut, Saifudin menjelaskan bahwa dari sisi konsep Pancasila dulu dan sekarang tetap sama. “Yang membedakan adalah metode dan cara membumikannya,” tandasnya.

Penataran P4 yang sering diadakan pada era Pak Harto dulu, menurut Saifudin, dilakukan dengan metode yang lebih bersifat indoktrinasi. Sedangkan saat ini pemasyarakatan Pancasila dilaksanakan dengan pendekatan yang lebih terbuka melalui dialog. “Termasuk memadukannya dengan kesenian dan budaya lokal seperti malam ini,” katanya.

Aksi tarian badui pada kegiatan sosialisasi 4 Pilar di Yogyakarta

Pada dialog itu Saifudin mengajak masyarakat untuk belajar dari pengalaman negara lain yang banyak dan sering mengalami perpecahan akibat perbedaan yang ada. Sebagai negara besar yang sangat heterogen, menurut dia, Indonesia juga memiliki banyak perbedaan yang bisa menjadi potensi terjadinya perpecahan.

Karena itulah adanya Pancasila dan pilar kebangsaan lainnya dapat menjadi perekat yang mempersatukan masyarakat. “Bahkan dengan 4 Pilar ini kita ingin membangun bangsa yang tidak hanya kuat dalam ikatan persatuannya namun juga lebih berkualitas dan bermartabat,” tegasnya.

Dialog kebangsaan bersama ahli hukum tata negara Dr Saifudin SH MHum

Sementara itu Ambar Tjahyono menekankan pentingnya sosialisasi 4 pilar kebangsaan dilakukan secara terus menerus. Anggota dewan dari daerah pemilihan DIY ini juga mengajak warga untuk selalu melakukan dialog budaya agar lebih saling mengenal keragamaan yang ada.

“Sebuah bangsa yang besar dikenal karena penghargaannya yang tinggi terhadap kebudayaannya. Apalagi tak sedikit ancaman maupun tantangan terhadap keutuhan NKRI yang terus mengganggu,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Selain dapat menjadi hiburan masyarakat, Ambar berharap sosialisasi nilai-nilai kebangsaan melalui kesenian dan budaya lokal itu bisa lebih mudah dipahami masyarakat luas sehingga efektif dan mengena pada sasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline