Lihat ke Halaman Asli

Yusuf CeKa

Citizen Journalist

Telat Nikah dan Efek Bola Biliar

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tulisan sebelumnya, saya pernah membahas tentang fenomena terlambat nikah. Untuk lebih detailnya, Anda bisa baca di sini: Telat Nikah? So What Gitu Loh

Pada tulisan tersebut, ada beberapa tanggapan yang kurang menganggap serius problem sosial yang memang lebih sering dianggap sebelah mata ini. Memangnya sudah demikian seriuskah efek telat nikah? Mungkin begitu pertanyaan yang muncul kemudian.

Problem orang-orang yang terlambat menikah, sesunguhnya bukanlah atau tidaklah masalah simpel yang tidak layak diperhatikan. Tidak sedikit kasus yang justru menunjukkan adanya efek ‘bola biliard’ atau dampak berantai dari fenomena telat nikah ini. Tekanan yang dihadapi seseorang yang belum menikah sampai umur 40 tahun dapat membawa dampak dan efek depresi yang cukup kompleks.

Tekanan ini tak hanya datang dari keluarga serta masyarakat, juga ketakutan pada gambaran masa depan yang akan dilewatinya seorang diri, tanpa meninggalkan sejarah atau catatan histori sedikitpun. Tekanan batin ini terkadang berbaur dengan tekanan terhadap kebutuhan  biologis yang tidak tersalurkan secara alami dan aman.

Memanglah cukup bermacam bentuk penerimaan yang dialami seseorang pada masalah terlambat menikah tersebut. Ada yang dengan enjoy menerimanya dengan lapang dada serta menjalaninya dengan terus mengharapkan akan tibanya jodoh. Tetapi tidak sedikit juga yang mengalami depresi, hingga mesti berkonsultasi dengan psikiater. Biasanya, beban yang disebabkan efek telat nikah ini lebih berat dihadapi perempuan dibanding lelaki.

Pandangan masyarakat umum pada wanita yang terlambat menikah terasa lebih minor, karena dianggap atau dikira sebagai wanita yang ‘tidak laku’. Pandangan ini juga dialami dan dihadapi para wanita dengan status janda yang disandangnya sesudah bercerai. Begitupun kekuatan kaum wanita untuk melahirkan anak, yang dengan fisik terbatasi oleh umur, seakan mendorong perempuan seperti dikejar waktu perihal soal menikah.

Namun untuk kaum lelaki, faktor kewajiban dan kebutuhan seolah seperti saling menutupi. Hingga tidak sedikit lelaki yang memilih menunda menikah sebelum mendapatkan penghasilan yang dirasa cukup untuk menghidupi istri serta anak-anaknya kelak. Walau pandangan umum terhadap pria yang terlambat menikah juga minor, tetapi tidak sekeras terhadap kaum wanita.

Dari banyaknya kasus yang berlangsung dan terjadi di masyarakat kita, memang tidak gampang untuk mengerti dan memahami fenomena telat nikah ini. Lebih-lebih pada kaum perempuan. Memanglah tidak sedikit wanita yang melajang dikarenakan terlampau asyik mengejar karier dan berkutat dengan pekerjaannya. Namun saat dia telah memperoleh harta, pangkat, serta jabatan yang tinggi, justru tak ada lelaki yang ‘berani mendekat’.

Tidak sedikit juga wanita yang mengambil keputusan untuk menutup pintu hatinya untuk lelaki dikarenakan patah hati. Tetapi sesudah umur terlanjur uzur, penyesalan pun muncul belakangan. Tidak sedikit juga masalah serupa yang terjadi dikarenakan faktor fisik atau penampilan. Yah, siapa saja yang ingin membangun perkawinan pastinya mengharapkan dapat memperoleh jodoh serta pasangan hidup yang cantik atau ganteng dan tentunya dicintainya. Bukan hanya karena atau akibat dijodohkan atau kawin dengan terpaksa. Inilah efek telat nikah yang tidak terelakkan !

Sumber :  Cincin Nikah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline