Lihat ke Halaman Asli

Yusuf Adi

Deep Thinker, Educator, Endless Learner, Positive Contributor

Oppenheimer.. Dimana Tempatmu saat ini?

Diperbarui: 25 Juli 2023   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oppenheimer & Little Boy (Kompas.com)

Rasanya sedih.. sakit.. sesak.. setelah selesai menonton film ini.. Baru pertama kali perasaan dan emosi saya bercampur aduk tidak karuan sewaktu menonton Film Biopik yang notabene sangat berat dengan narasi ilmiah namun sarat makna.. dan terakhir juga rasanya penasaran..

Saya merasa sedih, menangis.. Waktu melihat rakyat dan ilmuwan Amerika tertawa bahagia, setelah keberhasilan mereka membom Hiroshima. Lebih tepatnya, kesedihan bercampur kejijikan apalagi menyaksikan kegilaan sukacitanya mereka di tengah pidato Oppie yang mengandaikan jika Bom tersebut bisa dijatuhkan juga di Jerman. Sepertinya kemanusiaan sudah hilang terlupakan berganti kebahagiaan tak terkira karena keberhasilan berjudi $2 Miliar selama 3 tahun menciptakan senjata pemusnah masal.
Sarkasme dalam penentuan lokasi jatuhnya bom, membuat saya tidak habis pikir, semudah itu pemikiran dalam menentukan nyawa manusia yang akan dihabisi dengan mengatasnamakan peperangan. Fakta bahwa Jepang sudah siap untuk menyerah, bahkan tanpa kehancuran Hiroshima Nagasaki oleh "Little Boy", membuat saya semakin miris bertanya, sebegitukah keinginan untuk menang mutlak dalam peperangan mengalahkan rasa kemanusiaan???

Saya merasa sakit, sangat sakit.. Bisa-bisa bukan hanya sakit kanker tenggorokan (yang menjadi penyebab kematian Oppie) namun lebih menyakitkan menjadi pesakitan karena disakiti oleh oknum-oknum pemerintah dan (yang dianggap) kawan, yang mengadili tanpa keadilan, waktu melihat Oppie yang 9 tahun sebelumnya dipuja-puji sebagai pahlawan Amerika, namun akhirnya dituduh sebagai mata-mata Uni Soviet hanya karena kepentingan politik semata. Sakit karena dijatuhkan, dikutuk dan hilang kredibilitas sebagai warga yang ingin berbakti kepada negara dengan segenap kemampuan, meski sebelum mendekati akhir hayatnya baru dipulihkan. Saya akan sama marahnya dengan Kitty dan tidak habis pikir dengan sikap Oppenheimer yang diam, rela menjadi martir dan kambing hitam, bahkan menjadi domba kelu yang siap dikorbankan demi membenarkan ambisi segelintir orang dengan dalih pertahanan dan keamanan. Bahkan saya suka dan setuju dengan saran Einstein yang menawarkan solusi bijaksana, dari pengalaman hidupnya, untuk meninggalkan negara kelahirannya, meski akhirnya saran ini ditolak karena sebegitu cintanya Oppie terhadap negaranya.

Saya merasa sesak melihat akhir dari cerita, membayangkan karunia kepintaran manusia dari Tuhan mampu menjadi bumerang yang membawa kerusakan dan kepunahan. Jika 252 juta silam, diperkirakan Bumi hancur dan mengalami kemusnahan terbesar karena batu meteor yang menghantam, saya maklum, mungkin itu takdir seisi Bumi tanpa kita memiliki otoritas dan pilihan atasnya. Tapi jika nasib manusia di tangan ilmuwan yang sadar dampak dari bom atom serta nuklir mendekati nol menuju kepunahan, ini sebuah pilihan gila dan simbol arogansi manusia. Kegilaan dan adiktif manusia terhadap senjata pemusnah masal tak bisa ditutup-tutupi bahkan semakin teryakinkan ketika Los Alamos terus dikembangkan untuk meneliti H-Bomb dan teknologi bom lainnya setelah tahun 1945 demi memenuhi ambisi sebagai negara digdayayang bahkan ditentang oleh Oppie sang sheriff, founder dan Penguasa Los Alamos sebelumnya.

Saya dan Oppie sang Dewa Kematian, yang mendapatkan 'api' dari Prometheus sepertinya mulai memahami di 1/3 jalan kehidupannya, memahami kenapa Tuhan menghukum manusia dengan mengusir mereka dari Taman Eden. Bukan hanya karena ketidaktaatan memakan buah dari Pohon Pengetahuan Baik dan Jahat. Tetapi saat manusia mampu memiliki pengetahuan membedakan Baik dan Jahat, namun seolah-olah berlagak tidak tahu, mulai memutarbalikkan apa yang baik dan jahat, bahkan saling menuduh siapa yang baik dan jahat atau siapa yang benar dan salah (Adam vs Hawa di Kitab Suci layaknya seperti Oppie vs Strauss dan Amerika Serikat vs Uni Soviet), maka disitulah awal dari segala hukuman Tuhan atas hidup manusia dimulai.

Terlepas dari itu semua, terima kasih Christopher Nolan dan Cillian Murphy yang berhasil menunjukkan biografi Oppenheimer sebagai manusia apa adanya dengan segala kekurangan, kelebihan, kesombongan dan kerapuhannya, dan tentu kemanusiaannya. Akhir hidup Oppie memang misteri. Di satu sisi, ia menjadi salah satu manusia yang bertanggungjawab terhadap hilangnya lebih dari 110.000 jiwa di Hiroshima dan Nagasaki. Selama hidupnya, saya yakin ia akan terus dihantui  penyesalan dan rasa bersalah melihat korban dari Bom Atom yang terus terjadi bertahun-tahun. Namun, di sisi lain Manhattan Project yang dipimpinnya menjadi salah satu alasan berakhirnya Perang Dunia II yang mungkin akan memakan waktu lebih lama, serta titik awal kemajuan ilmu fisika, mekanika kuantum, yang juga membawa manfaat dalam hidup manusia.

Who knows where His soul now?? Heaven or Hell?? Only God knows...

"We think too much and feel too little. More than machinery, we need humanity; more than cleverness, we need kindness and gentleness. Without these qualities, life will be violent and all will be lost."


--- Charlie Chaplin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline