Lihat ke Halaman Asli

Yusuf Abdurrohman

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Analisis Perbandingan Peran Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Singapura dalam Menangani Masalah Pengelolaan Sampah

Diperbarui: 25 Juni 2024   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

POLITIK LINGKUNGAN DAN PERBANDINGAN POLITIK: 

Analisis Perbandingan Peran Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Singapura dalam Menangani Masalah Pengelolaan Sampah

            Sampah merupakan salah  satu masalah lingkungan yang semakin meresahkan di era modern ini. Pertumbuhan populasi yang pesat dan gaya hidup konsumtif masyarakat menyebabkan produksi sampah terus meningkat setiap tahunnya.  Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  pada tahun 2021 Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah dan akan  terus bertambah seiring bertambahanya jumlah penduduk. serta sebagian  besar sampah belum dikelola dengan baik. (Atalya Puspa, 2023). Sementara itu di Singapura, setiap orang bisa menghasilkan 1,49 kg sampah dalam sehari dan diprediksi akan bertambah menjadi 1,8 kg sampah dalam sehari pada tahun 2025. (Mustamin Rahim, 2020). Masalah sampah juga diperparah dengan  banyaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah hampir penuh dan tidak mampu lagi menampung sampah yang masuk.

           Masalah sampah bukan hanya menjadi ancaman bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekosistem. Tantangan utama dalam penanganan masalah sampah adalah kurangnya kesadaran dan komitmen dari masyarakat dan peran pemerintah dalam mengimplementasikan praktik pengelolaan  sampah yang berkelanjutan. Selain itu, khususnya di Indonesia keterbatasan sumber daya dan  teknologi yang dimiliki juga menjadi hambatan dalam upaya pengelolaan sampah yang efektif. (Salman, 2018).

           Dalam hal ini diperlukan manajemen lingkungan yang baik serta bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang kompleks seperti halnya pengelolaan sampah. Di samping itu,  Indonesia dan Singapura merupakan dua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara. Namun, meskipun memiliki kesamaan dalam lingkup wilayah,  Indonesia dan Singapura memiliki perbedaan dalam hal statusnya yang berbeda, dimana Singapura dengan statusnya sebagai negara maju, sedangkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki status negara berkembang di kawasan Asia Tenggara.  Maka dari itu, penulis tertarik untuk membandingkan peran kebijakan pemerintah Indonesia dan Singapura dalam hal menangani pengelolaan sampah.

Peran Kebijakan Pemerintah Singapura dalam Menangani Pengelolaan Sampah

            Sebagai negara maju, Singapura membuat pengolahan sampah dengan metode yang tidak membutuhkan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang luas karena menyadarinya keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir yang memadai. Singapura memiliki manajemen pengelolaan sampah menggunakan metode insinerasi (pembakaran sampah). Dengan teknologinya yang sudah maju, Pengolahan sampah yang dilakukan oleh Singapura yaitu dengan membakar dan memfilter asap yang dihasilkan dari pembakaran sampah tersebut, yang dimana hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya pencemaran lingkungan udara, serta proses tersebut dilakukan di pulau yang terisolir. Singkatnya, tahapan proses pengolahan sampah yang dilakukan oleh Singapura adalah dengan mengumpulkan semua sampah kemudian dibawa ke pabrik pembakaran untuk dibakar. Di dalam pabrik tersebut, sampah dibakar dengan suhu di atas 1.000 derajat Celsius. Karena pembakaran tersebut, sebagian besar sampah terbakar dan menyisakan sedikit abu. Abu ini kemudian dibawa dan dibuang ke danau buatan yang tidak menyentuh air laut sehingga tetap aman dan terhindar dari pencemaran air. (Indra Jaya Wiranata, dkk., 2023).

            Manajemen pengolahan sampah dan limbah berbahaya di Singapura berada di bawah Ministry of Environment (Kementrian Lingkungan) dan dilaksanakan oleh National Environment Agency (NEA), sebuah badan yang merancang, mengembangkan dan melakukan kegiatan administratif manajemen pengolahan sampah. Dalam pelaksanaanya, NEA mengontrak beberapa perusahaan untuk mengumpulkan, mengangkut, dan memisahkan sampah, sebelum akhirnya masuk ke pabrik pembakaran sampah. (Indra Jaya Wiranata, dkk., 2023). Menurut NEA, pembakaran sampah dapat mengurangi penggunaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 90%, dan uap dari hasil pembakaran dapat menghasilkan listrik. Hal ini juga merupakan salah satu strategi dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Singapura dengan memanfaatkan Waste to Energy (WtE) yaitu mengubah sampah menjadi energi, yang mana merupakan proses untuk menghasilkan energi dalam bentuk listrik atau panas dari pengolahan limbah utama, atau pengolahan limbah menjadi sumber bahan bakar. (Mustamin Rahim, 2020). kemudian selain melalui prosen insinerasi, Singapura juga menerapkan pengolahan sampah berkelanjutan melalui reduce and reuse, recycle, waste treatment, dan landfillash management. Salah satu kunci keberhasilan Singapura dalam pengolahan sampah karena Singapura telah memulai ketika berada di awal tahap pembangunan negaranya. Dengan wilayah yang tidak terlalu luas, pemerintah mempunyai regulasi yang kuat dengan masyarakat yang taat hukum, dan pemerintahan yang efisien juga memudahkan dalam implementasi pengolahan sampah di Singapura, serta kesadaran untuk memulai dari Pendidikan formal mengenai lingkungan sudah diajarkan sejak anak masuk sekolah dasar. (Indra Jaya Wiranata, dkk., 2023).

Peran Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Menangani Pengelolaan Sampah

            Dalam amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki tugas untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Pemerintah wajib menyelenggarakan dan memfasilitasi pengelolaan sampah. Di Indonesia, pengelolaan sampah biasanya dilakukan dengan sistem Sistem end of pipe solution, yaitu pengumpulan sampah yang berasal dari sampah rumah tangga kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), selanjutanya sampah diangkut kembali ke TPA hingga akhirnya terjadi penumpukan sampah di TPA. Selain itu, terdapat juga program pengelolaan sampah berbasis masyarakat, yang mana menjadikan masyarakat mandiri dalam mengelola sampahnya mulai dari merencanakan, mengatur, mengelola, dan mengevaluasi program pengelolaan sampah secara mandiri. Kemudian diadakannya program bank sampah, yakni Bank sampah merupakan transit sampah sebelum nantinya sampah diolah berdasarkan jenisnya. Alur kerja bank sampah mirip seperti bank pada umumnya, namun yang membedakan adalah alat tukar yang digunakan. Pada bank sampah masyarakat menyetorkan sampah yang kemudian akan didata dan dicatat sebagai tabungan. Tabungan tersebut suatu saat dapat diambil berupa uang, sembako, pulsa listrik, atau air. Bank sampah menjadi program solutif pengelolaan sampah mandiri yang terbukti mampu mengurangi volume sampah yang semakin bertambah di lingkungan sekitar tempat tinggal. (Khofifah dan Bambang, 2020).

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline