Lihat ke Halaman Asli

Modus Operandi : Sekolah Menjadi Sasaran Empuk (3)

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Senin sore itu, salah seorang satpam sebuah SMP di Jakarta Selatan menerima seorang tamu pria yang memperkenalkan diri sebagai pencari bakat dari PSSI. Berpakaian biasa-biasa saja, kaos berkerah dan bercelana blue jeans. Setelah mengisi buku tamu dan meninggalkan KTP, diketahui pria itu bernama Handy Septiadi.

Seperti biasa, Satpam memberikan kartu “visitor” dan masuklah Handy ke dalam area sekolah, berjalan menuju kerumunan siswa yang sedang bermain gitar di pinggir lapangan sepak bola. Dengan sopan dan meyakinkan, Handy memperkenalkan dirinya sebagai pencari bakat usia muda pemain sepakbola dari PSSI. Dari cerita salah satu siswa, menyebutkan bahwa Handy sudah mencari dan mendapatkan atlet-atlet muda sepakbola dari sekolah-sekolah lain yang terlebih dulu dikunjunginya.

Perbincangan semakin akrab manakala Handy meminjam gitar dan memainkan beberapa lagu sembari sekali-sekali bercerita tentang suka dan duka mengenai tugas dari PSSI sebagai pencari bakat. Beberapa menit kemudian, Handy meminta para siswa untuk menunjukkan kebolehannya dalam bermain bola. Tentu saja ajakan Handy disambut antusias oleh siswa yang kebetulan memang menjadi peserta ekstrakurikuler sepak bola. Dengan mengajak teman-teman yang lainnya, bermainlah mereka di lapangan sambil sekali-kali “tebar pesona” kepada Handy yang masih mengawasi sambil tetap bermain gitar.

Handy sempat menghentikan permainan dan mengumpulkan siswa yang terlibat sebagai “calon atlet” sepakbola. Dengan gaya seorang pelatih profesional, Handy memberikan evaluasi dan menambahkan beberapa wejangan, teknik, dan siasat-siasat khusus dalam bermain sepakbola yang baik dan benar (EYD kali ya).

“Baiklah sekarang kalian bermain kembali sesuai dengan kemauan saya barusan. Setelah babak yang kedua ini, saya cuman bisa ngambil satu atau dua orang saja buat gabung di pusat latihan PSSI. Oh ya saya mau ke kamar mandi sebentar. Ayo cepat bermain lagi!”

Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, anak-anak bermain lebih serius tanpa menghiraukan ke mana Handy melangkah. Belum selesai babak kedua, salah satu siswa memberitahu teman-temannya, bahwa Handy belum keluar dari kamr mandi. Siswa lainnya ada yang mengatakan bahwa waktu babak pertama, Hendy sempat “menyentuh” tas para siswa yang diletakkan di pinggir lapangan tepat di mana Hendy duduk sambil bermain gitar. Benar dugaan siswa tersebut, setelah diperiksa, HP-nya tidak ada. Begitu pula siswa yang lain juga tidak menemukan HP-nya. Bahkan dompetnya ada juga yang hilang dari tasnya.

Sadar telah tertipu, para siswa seketika itu juga berlari menuju pos satpam, menanyakan keberadaan Handy.

Padahal sepuluh menit sebelumnya, dengan sangat santainya Hendy ke luar menuju Pos Satpam, mengambil KTP dan menyerahkan kartu “visitor”. Berpamitan kepada Satpam dan menghilang entah kemana……

Setelah diperiksa catatan KTP-nya Hendy, dua hari kemudian diketahui bahwa KTP-nya “aspal” alias palsu ……….

Cerita belum selesai sampai di sini …..

Ternyata sekolah memang dianggap sasaran yang sangat empuk buat Handy. Tidak puas dengan hasil waktu itu, dengan segala keberaniannya, Handy kembali mengunjungi sekolah tersebut tiga bulan berikutnya. Hebatnya kali ini, Handy bisa memasuki sekolah tanpa harus melapor ke satpam. Ia berpura-pura layaknya sebagai orangtua siswa. Yang dituju adalah sebuah kelas yang paling pojok dan kebetulan sedang jam istirahat.

Dengan modus yang sama persis, Handy mengenalkan dirinya sebagai pencari bakat artis anak-anak untuk dididik menjadi pemain sinetron. Namun aksinya kali telah dicurigai oleh salah seorang siswa dan langsung melaporkan kepada salah seorang guru. Mendapat laporan, beberapa guru mengintip dari balik kaca pintu dan menangkap basah perbuatan Handy yang sedang merogoh tas salah seorang siswa.

Tanpa ampun lagi Handy segera ditangkap dan menjadi bulan-bulanan warga sekolah termasuk satpam, bahkan beberapa sopir pribadi siswa ikut memberikan bogem mentahnya hingga wajah Handy babak belur. Beberapa siswa korban sebelumnya di lapangan bola dipanggil oleh satpam dan ternyata pelakunya memang sama, yaitu Handy.

Tak berapa lama, datanglah dua orang polisi dan langsung membawa ke kantor polisi terdekat. Besoknya, pihak sekolah mendapat kabar bahwa Handy sudah dilepaskan malam harinya, karena kurangnya bukti yang mendukung aksi kejahatannya.

Beberapa hari kemudian baru diketahui bahwa Handy punya backing seorang anggota polisi ……..

Kalau seorang anggota polisi sudah ikut terlibat dalam kejahatan, mau jadi apa negeri ini?

Sebuah modus operandi sangat sederhana, namun pelakunya sepertinya sudah profesional menghadapi birokrasi “level sekolah” yang sangat mudah ditembus.

Waspadalah….., waspadalah !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline