Lihat ke Halaman Asli

Yusuf Senopati Riyanto

Shut up and dance with me

Tumpang Tindih Ketenagalistrikan Nasional

Diperbarui: 9 Mei 2022   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebutuhan akan energi yang satu ini (listrik) tentu tidak dapat dipisahkan dengan peran serta Pemerintah. Dalam hal ini PLN secara global. 

Keberadaaan dan fungsi PLN memang kontroversial dan mempunyai kesan "Banci" sejak awal menjadi PT(Persero). Sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam bisnis infrastruktur, hampir semua fasilitas PLN disediakan oleh pemerintah. Bahkan PLN mempunyai fungsi bisnis monopolistik yang diizinkan negara.

Namun, pada era 1990-an mulai pemerintah kekurangan dana, mengizinkan swasta untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan dengan pembangunan Paiton Swasta I, 

yang kemudian diperkuat dengan diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) No 37 Tahun 1992 tentang pemanfaatan sumber dana swasta melalui pendirian perusahaan-perusahaan pembangkit tenaga listrik swasta yang dikenal sebagai independent power producer (IPP). Kebijakan ini secara implisit mengarah pada suatu kompetisi di bidang ketenagalistrikan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 tahun 1994 status PLN dari perusahaan umum (Perum) berubah menjadi persero semakin mempertegas bahwa harus ada transformasi di lingkungan PLN. Tujuannya perubahan tersebut adalah: (1) menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan; 

(2) mengusahakan penyediaan tenaga listrik yang memadai, yang tujuannya untuk (a) meningkatkan kesejahtreraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan (b) mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat; 

(3) merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik; dan (4) menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan tenaga listrik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, sebagai sebuah BUMN, PLN harus melakukan restrukturisasi. Sedangkan terhadap kegiatan usaha yang oleh perkembangan zaman dianggap tidak lagi menguasai hajat hidup orang banyak dan bersifat kurang strategis. Maka langkah-langkah privatisasi harus terus dilanjutkan (unbundling). Namun demikian dasar Hukum apa yang akan menjadi landasannya mengingat UU 20 Tahun 2003 telah dianulir.

PLN dihadapkan pada sebuah 'dilema' yang mensyaratkan suatu sistem pengelolaan perusahaan secara tepat agar mampu mempertahankan pertumbuhan usahanya. Dilema yang dimaksud adalah bahwa pada satu sisi, perusahaan menjalankan misi bisnis sesuai dengan perubahan status yang telah dilakukan. 

Namun, pada sisi yang lain perusahaan mengemban misi sosial karena dalam pengertian tertentu 'menguasai hajat hidup orang banyak'. Menjadikan listrik sebagai suatu komoditas --bukan sekadar infrastruktur yang disubsidi oleh pemerintah, masih membutuhkan jalan yang panjang dan tidak dapat dilakukan sekaligus.

Mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 Ayat (2): 'cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline