Lihat ke Halaman Asli

Yusuf Senopati Riyanto

Shut up and dance with me

Mengubah Sistem Pengelolaan PT PLN (Persero) Bukan Menaikkan TDL!

Diperbarui: 17 Desember 2021   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia yang Gemah Ripah Loh Jinawi, akan menaikkan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan PT PLN (Persero) non subsidi pada 2022 mendatang.

Saat ini pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian). 

Tariff adjustment bakal kembali diterapkan tahun depan jika kondisi pandemi Covid-19 membaik. Padahal diketahui bahwa pada dua tahun buku berurutan 2019 dan 2020 "katanya"  PT PLN(persero) memperoleh laba yang signifikan, maka rakyat Indonesia bertanya, apabila hal tersebut benar, bukan merupakan Pencitraan( Window dressing), maka sudah barang tentu seharusnya tidak perlu ada kenaikan Tarif Dasar Listrik. 

Ini jelas menjadi pertanyaan, apapun alasan Pemerintah, padahal, PT PLN(persero) dalam masa dua tahun buku berturut-turut menghasilkan laba absolute. Kenapa absolute?, sebab PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tersebut membukukan laba bersih sebesar Rp 5,95 triliun pada 2020. Nominal tersebut naik 39,3% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,27 triliun pada 2019. 

Manajemen PLN menjelaskan laba  terdongkrak karena efisiensi selama pandemi virus corona Covid-19. Efisiensi berlaku di sisi teknis dan operasional serta inovasi dalam Program disebut Transformasi PLN yang berlangsung sejak bulan April 2020.

Tidak Masuk Akal.

Alasan Pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sangat tidak masuk akal, dengan alasan melambungnya harga batubara. Padahal, perlu kita masyarakat ketahui bahwa terkait penggunaan batu bara untuk listrik sudah ada regulasi khusus yang menjamin baik kualitas maupun harganya, yakni Peraturan menteri (Permen) ESDM tentang Domestic Marketing Obligation (DMO) untuk batubara yang mematok 25 persen produksi dan harga 70 USD$ per ton.

DMO adalah kebijakan Pemerintah yang mewajibkan pengusaha tambang batu bara memprioritaskan penjualan ke dalam negeri. Kebijakan ini mengatur besaran harga dan jumlah minimal produksi batu bara yang harus dialokasikan ke dalam negeri, agar produksi listrik tidak terganggu. Seharusnya ini yang terjadi apabila Pemerintah serius dalam hal DMO.

Belakangan Pemerintah, pasca melakukan "perombakan manajemen yang terkesan "asal-asalan" dalam arti bukan melihat utuh apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh rakyat Indonesia (INA)" terpantau sedang mengkaji rencana pencabutan kebijakan domestic market obligation (DMO) batu bara untuk pembangkit listrik. 

Berbagai informasi yang terhimpun, rencana pencabutan tersebut untuk meningkatkan kinerja ekspor dan memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) Indonesia. 

Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pemerintah tercatat telah mengundang pihak-pihak terkait seperti PLN, Asosiasi Pengusaha Batubara, dan Kadin. Ataukah inilah yang sebenarnya dilakukan Pemerintah untuk mempercepat proses Unbundling yang tentu saja guna "Mengorbankan" rakyat INA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline