Kita ketahui Pemerintah Indonesia (INA) dan Jerman telah menandatangani kesepakatan utang senilai 550 juta Euro. Artinya ?., INA resmi mengikat pinjaman bilateral (baru) yang nilainya setara dengan Rp 9,1 triliun.
Kebijakan untuk utang baru dari luar negeri dalam rangka mengatasi corona ini menambah beban utang Indonesia (INA). Pada masa periode pertama pemerintah dibawah Mr President Jokowi utang telah mencapai Rp5.796 triliun. Penerbitan surat utang (bonds) bunganya semakin mahal. Untuk bayar bunga (utang) dilakukan dengan cara mengutang (lagi). INA harus ngutang lagi. Hebat bukan ?, Bravo, Standing applause ?. Tentu tidak. Kita seharusnya tertunduk malu, Karena belum genap 2 periode pemerintah dibawah Mr President Jokowi jumlah utang INA sudah mencapai 1.400 triliun ( utang baru diluar Rp.5796 triliun) akibat defisit fiskal. Sebelumnya banyak menarik utang dari obligasi. Defisit dibiayai melalui berbagai sumber, termasuk pinjaman lembaga dunia dan pasar obligasi. Sangat menyedihkan apabila disaat negara yang sedang dilanda resesi serta utang yang telah "mencekik" ini, tiba-tiba belakangan malah, seolah pemerintah mengurus hal "remeh-temeh" seputar petamburan. Diantaranya TNI (dilibatkan) dalam hal menurunkan baliho , langsung turun mengurus IB HRS, ini sangat mengkhawatirkan dan menakutkan, keadaan negara seolah sudah sangat genting berada dalam keadaan darurat.
Banyak Hal Lain.
Masih banyak hal lain yang seharusnya menjadi perhatian Mr President Jokowi untuk bangsa ini diantaranya bagaimana mengatasi pandemi Covid-19 ?. Bukan malahan "mengurusi hal "remeh-temeh" seperti "menurunkan baliho", kenapa tidak dilakukan sejak awal?. Kesan mengintimidasi, seolah menjadi lebih besar ketimbang persoalan lainnya. Kesehatan dan Resesi ekonomi.
Skala Prioritas.
Seharusnya Mr President Jokowi menyadari benar bahwa sesungguhnya persoalan Kesehatan dan Ekonomi akibat pandemi ini Sama sekali belum selesai. Jadi alangkah bijak apabila hal ini oleh pemerintah dijadikan Skala Prioritas. Persoalan juga yang menjadi pertanyaan adalah: Bagaimana kemudian Penyaluran yang tepat dan beban utang ?.
Akankah utang ribuan triliun itu akan menjadi beban sejarah Indonesia (INA) sekaligus beban masa depan bagi generasi berikutnya ?..
Salam INA harus menjadi Besar.
Yusuf Senopati Riyanto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H