[caption id="attachment_330749" align="aligncenter" width="300" caption="Yusuf Wibisono membentangkan contoh surat suara saat kampanye di Desa Cawas Klaten"][/caption]
Sejak 6 April 2014 kemarin, masa tenang Pemilu 2014 dimulai. Hiruk pikuk kampanye Pemilu 2014 dihentikan. Semua partai politik bersiap mengalihkan segenap sumber dayanya ke jutaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh wilayah Indonesia. Seperti diketahui bersama pesta demokrasi – demikian kerap disebut – akan digelar pada 9 April 2014.
Jutaan TPS atau bilik suara akan menjadi saksi bisu para pemilih saat mencoblos para calon legislatif pilihannya. Usai pencoblosan, giliran para saksi dari seluruh partai politik akan menjadi saksi hidup sah dan tidaknya pencoblosan berikut jumlah suara yang diraup oleh masing-masing caleg dan partai politik. Tentu, penghitungan suara sah ini akan menjadi momentum penentuan.
Betapa tidak, raihan suara masing-masing caleg akan menentukan lolos tidaknya dia ke parlemen di semua level. Kompetisi demokrasi selama beberapa bulan terakhir semuanya bermuara di TPS. Seluruh Caleg DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi, hingga DPR RI akan berkhidmat mengikuti proses Pemilu 9 April nanti.
Konsentrasi para pengurus partai politik dan para caleg akan terus berlanjut hingga ke tahapan proses penghitungan suara yang dilakukan secara berjenjang. Tentu semua caleg berharap, proses ini berjalan mulus, fair, jujur, serta bebas dari tindakan manipulatif dari para penyelenggara Pemilu. Pada tahap penghitungan suara ini, pengurus Parpol dan caleg sangat mengharapkan keseriusan dan kerja keras para anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tindakan manipulatif (baca: kecurangan) sangat mungkin terjadi di tahapan penghitungan suara. Peluang seperti itu seakan selalu menjadi momok di setiap hajatan Pemilu yang digelar lima tahun sekali. Momok yang sangat mengkhawatirkan dan langsung berdampak merugikan bagi seluruh caleg yang menjadi korbannya. Karenanya, seluruh pihak yang terlibat langsung selama Pemilu 2014 dituntut peran serta aktifnya agar peluang dan potensi kecurangan yang ada bisa dicegah dan ditangani sedini mungkin.
Cegah manipulasi penghitungan suara
Di luar ketakutan akan adanya tindakan manipulatif dalam proses penghitungan suara, semua pihak tentu menginginkan agar pesta demokrasi 2014 ini berjalan sesuai dengan harapan. Tindakan manipulatif dalam proses penghitungan suara pemilih di setiap jenjang dipastikan akan mencederai esensi demokrasi itu sendiri. Karenanya diperlukan aksi politik (political action) untuk menolaknya. Sebab, jika aksi manipulatif semacam itu dibiarkan, maka itu sama saja dengan membukakan pintu korupsi bagi siapapun yang terlibat di dalamnya.
Dalam artikelnya berjudul Politik Transaksional (Republika, 27 Maret 2014), Iksan Basoeky menyatakan, politik transaksional sejatinya sangat mencederai orientasi agung dari proses demokrasi di mana gagasan demokrasi berlangsung sejatinya ingin menghindari praktik jual beli suara konstituen. Semua pihak yang terlibat Pemilu pastilah menyadari, transaksi politik sepanjang penghitungan suara bisa terjadi. Bila tak diawasi, tentu akan ada sejumlah pihak yang merugi.
Bagi saya, suara dari masing-masing pemilih kepada caleg yang dicoblosnya merupakan sebentuk amanah yang sarat makna. Coblosan dari para konstituen akan ikut menentukan wajah parlemen kita lima tahun ke depan. Tak berlebihan kiranya jika disebut bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox Dei).
Menilik sakralnya suara dari para pemilih, muncul pertanyaan: pantaskah suara rakyat itu dimanipulasi oleh sekelompok orang untuk memenangkan caleg tertentu? Pantaskah pula penghitungan suara pemilih kemudian ditransaksikan demi keuntungan sejumlah pihak?
Jawabannya tentu tidak pantas. Sudah selayaknya kita menyadari, cita-cita perbaikan bangsa ini harus steril dari praktik-praktik politik yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented). Bila orientasi profit ini diberi ruang, maka hal itu hanya akan melahirkan para wakil rakyat berpikir pragmatis yang senantiasa selalu ingin mengejar uang dan kekuasaan sementara program bagi pertumbuhan kesejahteraan rakyat terlupakan seiring digenggamnya kekuasaan.
Politik transaksional, pada kesimpulannya hanya akan melahirkan para politisi nakal dan bebal. Bebal terhadap persoalan masyarakat, tak hirau lagi terhadap aspirasi, dan buntutnya lupa kepada Dapil. Sebagai pemilik suara, Anda tentu tidak ingin dilupakan oleh wakil rakyatnya.
Kenali Caleg
Di tengah skeptisisme atau keraguan publik terhadap kualitas sebagian wakil rakyat periode sebelumnya, saya memutuskan ikut ambil bagian mewarnai parlemen. Keputusan saya untuk maju sebagai Caleg pada Pemilu 2014 ini Insyaallah bebas dari motivasi syahwat politik. Keputusan berpolitik praktis ini salah satunya didorong oleh keinginan melanjutkan amal bakti almarhum bapak Marwoto Mitrohardjono. Selain itu juga didorong untuk bisa berbuat lebih bagi masyarakat di Dapil V Jateng.
Harus diakui,sebagian masyarakat kita memberi pandangan sinis kepada mereka yang terjun ke politik praktis. Namun, sinisme seperti itu sebenarnya bisa ditepis dengan menyodorkan kualitas diri yang bisa dinilai langsung oleh publik pemilih. Di luar kualitas, kita juga bisa melihat rekam jejak seorang Caleg. Melihat rekam jejak ini tak ubahnya melihat bibit, bobot, dan bebet seorang calon pasangan hidup.
Sebagai Caleg dari PAN, saya merasakan betul ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Yakni, bertanggung jawab untuk siap berjuang demi rakyat. Secara pribadi saya juga terikat dengan nama baik almarhum bapak Marwoto Mitrohardjono yang dulu juga menjadi wakil rakyat dari Dapil V Jateng. Sebagai putra beliau, saya wajib menjaga nama baik ini dengan bekerja nyata ketika sudah menjadi wakil rakyat kelak.
Seperti yang pernah ditegaskan Bung Hatta, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya rasa tanggung jawab. Bila terpilih, sudah tentu saya harus bertanggung jawab atas amanah yang diberikan kepada diri saya. Di sini, seorang politisi wajib memahami pentingnya praktik politik yang bermoral dan beretika. Tepat sekali kiranya pendapat Joko Wahyono yang menyatakan, jika seorang penggenggam kekuasaan tidak mampu menaklukkannya di bawah bimbingan etika, kesadaran nurani dan akal budi, ia akan terbutakan olehnya (Koran Jakarta, 22 Februari 2014).
Berangkat dari serangkaian pemaparan saya di atas, kiranya sidang pembaca sudah bisa menentukan siapa Caleg yang akan Anda pilih pada 9 April 2014 nanti. Pilihan Anda semua akan ikut mengubah wajah parlemen kita mendatang. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan untuk memilih ini. Kita semua tentu berharap, nantinya ada politisi muda yang mau bekerja nyata untuk bangsa dan rakyat yang diwakilinya. Selamat mencoblos.
Penulis adalah putra dari almarhum Marwoto Mitrohardjono dan saat ini menjadi caleg nomor urut 1 dari PAN untuk Dapil V Jateng.
Tulisan juga bisa dibaca di: http://joglosemar.co/2014/04/selamat-mencoblos.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H