Lihat ke Halaman Asli

yustinus yubileo

Mahasiswa Fakultas Filsafat

"I-Thou" Martin Buber untuk Masyarakat yang Inklusi (Suatu Tulisan untuk Memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional)

Diperbarui: 5 Oktober 2021   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pendidikanmu.com

Editor: Josephine Kintan

Latar Belakang

Kehidupan sosial saat ini terbilang sangat kompleks dan manusia selalu memiliki hubungan timbal balik dengan sesama manusia untuk menciptakan hubungan yang harmonis. Thomas Hobbes pernah mengatakan bahwa manusia memiliki daya gerak yang agresif dan jahat terhadap orang lain. 

Pernyataan Hobbes ini menegaskan bahwa kita hidup secara harmonis dan penuh kebahagiaan adalah hal yang susah dan perlu adanya perjuangan untuk mewujudkan hidup yang harmonis dengan sesama manusia.

Permasalahan semacam ini sering kita jumpai dalam kehidupan kita. Keretakan keharmonisan yang terjadi merupakan ketidakseimbangan dalam hidup sosialnya. Memang, kita tidak mengharapkan adanya disharmoni dalam berelasi, namun kesadaran masyarakat akan hidup yang harmonis masih kurang.

 Lantas timbul pertanyaan, "Siapakah yang dapat menyelamatkan dan membantu kita?" Jawabannya ialah manusia itu sendiri. Manusia yang memiliki akal budi dan kehendak untuk dapat membantu manusia lain.

Namun sayang, yang seharusnya manusia dapat melindungi, menjaga dan menghargai manusia lainnya, tetapi tidak dalam kasus anggota TNI di Papua yang melakukan tindak kekerasan terhadap teman difabel yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat mengkritisi dan menayakan di manakah kemanusiaan kita terhadap sesama? 

Hal ini disebabkan karena sikap 2 anggota TNI yang menginjak kepala salah seorang masyarakat Papua yang mana adalah teman Tuli. Posisi korban pada saat itu diduga sedang mabuk dan dimintai keterangan, lantas korban memberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa isyarat, namun anggota TNI tersebut mengabaikannya dan menelungkupkannya di trotoar lalu menginjak kepala korban.

Dari kasus tersebut, penulis berpikir, bahwa pemikiran Martin Buber "Aku-Engkau" menjadi jembatan untuk dapat menyelesaikan masalah ini. Penulis juga kaitkan teori ini dengan teman difabel khususnya Teman Tuli. Hal ini bertujuan untuk mengangkat eksistensi teman Tuli yang mana sama-sama manusia ciptaan Tuhan. Maka dari itu, teori "Aku-Engkau" ini membantu penulis untuk bersikap inklusif terhadap teman Tuli.

Martin Buber

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline