Lihat ke Halaman Asli

Catatan Pemilu Mas Romo 15: #GermoPolitik

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seks dan politik adalah urusan yang berdekatan. Berkali-kali jagad politik goncang karena skandal seks. Kasus daging sapi import misalnya tidak hanya membongkar praktek buruk dalam urusan memasukkan daging mentah dari negeri seberang tetapi juga membeber urusan gratifikasi ‘daging’ lainnya.

Seks dan politik juga merupakan pokok yang mengasyikkan untuk dibicarakan. Keduanya menarik perhatian banyak orang dan kerap menjadi bahan pemberitaan. Diwarnai oleh banyak mitos, sesuatu yang sumir kebenarannya namun masih saja tetap dipercaya. Pada dunia seks dan politik sama-sama dikenal istilah germo, seseorang yang menjadi induk semang, membantu menyediakan jasa layanan sehingga seseorang bisa mendapat akses yang lebih mudah.

Bicara soal germo politik, kawan Mas Romo menceritakan kalau sekarang ini operasinya lebih berhati-hati dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Alhasil banyak calon yang tadinya yakin akan mendapat dukungan logistik dari orang-orang tertentu itu kini mulai was-was. Sebab masa kampanye sudah mulai tapi rekening kampanyenya masih saja kurus.

“Situasi memang sudah berubah, sudah bergeser. Germo politik mulai pilih-pilih, mereka kini hanya mau membantu seseorang yang hampir dipastikan mendapat kursi” terang kawan Mas Romo.

“Germo politik?... apaan tuh?” tanya Mas Romo heran.

“Oallah .. Mas, sampeyan ini omongannya politik terus kok nggak ngerti germo politik sih. Itu lho Mas, seseorang yang biasanya banyak uang, tapi punya kepentingan pada proyek-proyek yang bisa diperoleh lewat pengambil kebijakan. Jadi dia berani bayar di muka, untuk membuat seseorang duduk di kursi tertentu dengan komitment nanti setelah duduk akan membantu memperlancar aliran proyek ke botohnya atau membuat kebijakan yang menguntungkan urusan si botoh itu”

“Wah, seperti panjar di depan dong?”

“Bukan sekedar panjar Mas, tapi juga tanam budi atau malah ikut mengkader. Soalnya dukungan pendanaan seperti itu dulu tidak cuma untuk kandidat yang mau duduk di kursi dewan perwakilan rakyat atau bupati, walikota dan gubernur melainkan juga organisasi pemuda dan mahasiswa”, lanjut kawan Mas Romo.

“Paham .. saya jadi paham sekarang kenapa dulu salah satu ketua KPK pernah mengatakan bahwa KPK selalu kalah dalam urusan mencegah korupsi, karena ada kaderisasi koruptor yang sistematis. Jadi jangan-jangan yang dimaksud dengan kaderisasi ini ya kelakuan para germo politik ini”, terang Mas Romo.

“Betul Mas, tapi itu baru salah satunya saja, masih ada banyak kaderisasi lainnya”

“Kok bisa begitu ya?” kata Mas Romo entah bertanya kepada siapa.

Politik memang perlu uang baik dari sisi politisi maupun organisasi politiknya. Dibutuhkan dana besar untuk menjalankan visi dan misi dari entitas politik untuk mendapat dukungan dari masyarakat. Tentu saja besarnya dana itu tak bisa hanya dipenuhi oleh anggota partai politik, mengingat di Indonesia hampir tidak ada partai yang secara konsisten bisa memunggut uang iuran dari anggotanya. Maka dukungan atau sumbangan dari pihak lain menjadi sangat penting. Atau kalau tidak maka partai politik akan mendayagunakan kader yang sedang duduk di kekuasaan untuk mengumpulkan dana memenuhi pundi-pundi partainya.

Tak heran jika kemudian ada seorang pengamat politik yang menyatakan bahwa partai dari dalam dirinya sendiri sudah korup. Artinya kalau tidak korup maka partai itu bakal mati segan hiduppun tak karuan.

Makin kesini sudah jelas partai atau sosok mana yang punya peluang atau kemungkinan untuk meraih kursi. Dan itu yang membuat germo politik juga mulai selektif, tak lagi mengobral dana secara serampangan.

“Jadi Mas Romo kini germo politik beda dengan germo di lokalisasi. Kalau germo lokalisasi pasti cari sasaran orang-orang baru, yang masih muda dan kinyis-kinyis. Tapi germo politik tidak, mereka mungkin lebih memilih yang stok lama tapi masih punya peluang untuk kembali duduk. Mendukung orang baru bisa jadi dianggap sebagai perjudian karena belum ketahuan juntrungannya” pungkas kawan Mas Romo.

Dalam hati Mas Romo bersyukur, meski sama-sama germo namun ternyata berbeda kelakuan. Kalaugermo lokalisasi dan politik kelakuannya sama, jangan-jangan gedung DPR hanya diwarnai oleh deal-deal dan komintment jam-jam-an.

Pondok Wiraguna, 19 Januari 2014

@yustinus_esha




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline