Lihat ke Halaman Asli

Catatan Menjelang Pencoblosan 07 : Nyatakan Dukungan Anda

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbahagialah para pemilih yang sudah menetapkan pilihan sebelum menuju TPS. Ya, para kandidat tentu saja butuh pernyataan dukungan jauh hari sebelum hari pemunggutan suara tiba sehingga hanya perlu merawat dukungan itu agar tidak pindah ke kandidat lainnya.

Ada banyak cara yang ditempuh oleh kandidat untuk mendapat kepastian soal dukungan. Yang paling umum adalah membuka posko atau sekretariat pemenangan. Di situ mereka bisa menerima pernyataan dukungan atau mengorganisir langkah-langkah untuk mendapatkan pernyataan dukungan dari pemilih.

Ada pula kandidat yang menyertakan nomor tertentu yang menjadi saluran bagi pemilih untuk mendaftarkan diri sebagai pendukung. Nomor itu ditulis di baliho atau mini baliho yang disertai dengan janji. Yang paling vulgar misalnya menjanjikan jumlah tertentu dari gaji dan tunjangannya andai dia  duduk di kursi dewan perwakilan rakyat nanti, akan diberikan kepada pendukungnya. Ditambah dengan semacam janji lain untuk menggunakan kewenangan dalam hal budgeting, untuk mengalokasi anggara yang khusus ditujukan pada pendukungnya.

Sebetulnya janji semacam ini jelas aneh bin ajaib. Bagaimana mungkin seseorang yang akan menjadi wakil rakyat menyempitkan komitment dan dedikasinya hanya kepada pendukung. Seseorang meski berangkat dari daerah pemilihan, begitu terpilih dan duduk di kursi dewan perwakilan rakyat maka dia akan menjadi wakil dari seluruh warga yang ada di wilayah kota/kabupaten, propinsi atau nasional.

Pendekatan kebijakan di dewan perwakilan rakyat adalah berdasarkan sektor atau urusan, bukan kewilayahan, apalagi daerah pemilihan. Apa yang akan diurus oleh anggota dewan nanti berdasarkan komisi dan tidak ada satupun komisi yang spesifik mengurusi daerah pemilihan.

Lebih aneh lagi, tim sukses aktif berjalan dari pintu ke pintu, menemui warga sambil membawa formulir untuk mendata para pendukung. Tim mengumpulkan KTP. Tujuannya adalah kandidat sebelum hari pemunggutan suara tahu berapa potensi suara yang akan didapatkan olehnya. Tapi tim dan kandidat lupa bahwa pemilih bisa saja mengisi banyak surat dukungan dan memberikan foto copy KTP juga pada kandidat lainnya. Dan tentu saja tidak ada verifikasi antar kandidat untuk mengecek apakah tumpukan KTP yang ada di tempatnya juga berada di posko kandidat lainnya pada daerah pemilihan yang sama.

Tapi apapun itu, pernyataan dan pendataan dukungan itu sesungguhnya adalah selimut untuk praktek jual beli suara. Di dalam kertas atau formulir dukungan selalu ada pernyataan bahwa dukungan diberikan tanpa paksaan alias sukarela. Dengan demikian andai kemudian para kandidat itu memberi bingkisan, hadiah, bantuan atau uang maka sifatnya bukan untuk membeli suara, bukan imbal balik atas dukungan melainkan hanya sekedar implementasi dari niat untuk berbagi.

Pemberian sendiri bisa dalam bentuk pra bayar atau pasca bayar. Pra bayar artinya pemberian akan diberikan sebelum hari pemunggutan suara. Pernyataan dukungan dianggap sebagai komitment untuk memilih kandidat dan langsung dihargai. Namun ada juga yang bersifat pasca bayar, artinya akan diberikan kalau kandidat terpilih nanti. Dengan demikian untuk memperoleh bingkisan diperlukan klaim dari pemilih dengan disertai bukti yang menunjukkan pemilih mencoblos atau memberikan suara untuk kandidat.

Sebenarnya aroma politik uang pasca bayar cukup kental di alat peraga kampanye yang tersebar di pelbagai tempat. Umumnya menjanjikan akan memberikan sebagian atau seluruh gaji sebagai wakil rakyat kepada masyarakat. Janji yang sesungguhnya tidak sehat karena membuat masyarakat memberikan dukungan hanya karena iming-iming uang di hari mendatang.

Praktek pra maupun pasca bayar sesungguhnya merupakan salah satu faktor penunjang kenapa masyarakat kita menjadi mata duitan. Bukti bahwa masyarakat mata duitan nyata di hadapan kita. Pada hari-hari besar tertentu, kita bisa menyaksikan pemberitaan betapa masyarakat rela antri berdesak-desakkan, saling sikut bahkan saling injak hanya demi lembaran rupiah yang dihambur oleh kaum kaya yang ingin dianggap baik hati.

Maka tak heran jika kemudian ukuran seseorang itu dianggap sebagai orang baik atau tidak adalah seberapa mudah dan seringnya orang itu memberikan uang kepada orang lain. “Baik lho orang itu, nggak pelit, gampang kalau dimintai uang”.  Jadi jangan kaget mendengar pernyataan seperti itu, pernyataan yang khas dari masyarakat mata duitan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline