Seperti yang sudah kita ketahui bahwa transaksi jual beli online atau yang dikenal sebagai e-commerce di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak sedikit pengusaha lokal dan asing masuk ke industri perdagangan di Indonesia dengan memanfaatkan peluang yang begitu besar.
Namun ramainya kegiatan bisnis e-commerce ini seakan bertolak belakang ketika Direktur Jenderal menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 Tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-Commerce. Sehingga sebagian pengelola e-commerce dibuat ketar-ketir atas Pengenaan Pajak penghasilan tersebut.
Pasalnya e-commerce, dapat dikatakan sebagai industri baru di Indonesia. Selain itu, banyak pelaku usaha yang masih berskala kecil dan baru mulai merintis kegiatan bisnis secara online ini. Apabila seandainya ada pembebanan pajak yang cukup menguras kantung para pelaku usaha, bisa dibilang Ibarat kata “belum ada untung, sudah disuruh pula bayar pajak”.
Tidak sampai disitu, para pelaku bisnis e-commerce pun akan dihadapkan pada persoalan ditetapkannya kebijakan Know Your Customer (KYC), yang mewajibkan pengelola e-commerce mengetahui identitas pedagang dan pemasang iklan di situsnya. Dengan mencantumkan subjek hukum seperti KTP, Izin Usaha, Nomor SK Pengesahan Badan Hukum, serta NPWP.
Jelas nantinya akan mendorong para pelaku usaha UKM beralih ke situs-situs media sosial asing Facebook, Twitter, Whatsapp, BBM, Line dan Instagram, karena besar kemungkinan mereka tidak mau kewajiban pajaknya diketahui. Dan mengakibatkan para pengelola e-commerce pun akan merasa dirugikan ketika hal ini terjadi.
Namun di sisi lain penetapan pajak atas transaksi e-commerce ini membawa dampak positif dengan semakin tepercayanya toko online yang ada, artinya tidak akan ada aksi tipu-tipu terhadap para konsumen sehingga konsumen dapat berbelanja secara aman dan nyaman.
Lalu bagaimana dengan pengenaan pajak atas transaksi diluar e-commerce resmi seperti situs-situs media sosial asing Facebook, Twitter, Whatsapp, BBM, Line dan Instagram? Apakah dikenakan Pajak atau tidak?
Jawabannya, sampai dengan saat ini pengenaan pajak atas situs-situs media sosial asing tersebut belum diatur secara resmi oleh pemerintah. Sehingga pada prinsipnya, pengenaan pajak tersebut sama seperti pajak yang dikenakan atas transaksi e-commerce yang musti dibayar pedagang dan pemilik toko secara online.
Perbedaannya adalah tidak berlakunya kebijakan Know Your Customer (KYC) bagi para pelaku bisnis online yang dilakukan melalui situs-situs media sosial asing. Sehingga hal ini lah yang menjadi pemicu para pedagang online beralih dari e-commerce resmi ke situs-situs media sosial asing.
Nah, dalam hal ini intinya adalah kita sebagai warga negara yang baik harus menghargai keputusan dan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa hasil pajak digunakan untuk kita juga. Tetapi semua dikembalikan kepada hati nurani kita masing – masing. Ingat “Orang bijak, taat akan pajak!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H