Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip faktor kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya termasuk sikap masyarakat.
Keberhasilan sistem manajemen yang baik dalam pengelolaan sampah dari pemerintah dan masyarakat dapat terwujud karena adanya organisasi yang bertanggung jawab dengan struktur organisasi yang jelas (Mulasari, 2007). Pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik seringkali mengalami kendala, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menyelesaikannya.
Kendala bagi penyediaan layanan publik di antaranya adalah infrastruktur, sumber daya, dan kerangka kelembagaan pelayanan publik. Meningkatkan pelayanan publik seringkali merupakan permasalahan manajemen dibandingkan dengan masalah teknis atau masalah keuangan (Galileo, 2012).
Pemda DIY, meski sudah memiliki Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, namun masih dihadapkan pada situasi yang kompleks terkait masalah pengelolaan sampah di wilayahnya.
Apalagi saat ini, Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) di Piyungan mengalami overload. TPST Piyungan yang dibangun sejak tahun 1996 masih menggunakan konsep Sanitary Landfill untuk pemrosesan sampahnya.
Sanitary Landfill adalah sistem pengolahan sampah dengan menumpuk di lokasi cekung, memadatkannya kemudian ditimbun dengan tanah. Sistem ini, meski hemat secara biaya operasional, tetapi memiliki beberapa konsekuensi terutama isu pencemaran tanah atau munculnya gas metana.
Saat ini, tiap hari ada sejumlah 150 hingga 170 truk yang membuang sampah di TPST Piyungan. Jika diakumulasi, total sampah yang dibuang mencapai 500 ton atau setara dengan 750 meter kubik.
Fakta ini masih ditambah dengan rusaknya beberapa unit alat berat yang beroperasi di TPST Piyungan beberapa waktu yang lalu, sehingga proses pengolahan sampah terhambat. Perlu diketahui bahwa alat-alat berat ini bekerja sejak jam 08.00 pagi hingga jam 22.00 malam.
Profil Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Tahun 2013 menyebutkan bahwa sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah paling banyak adalah dari Kota Yogyakarta (34,89%), kemudian Sleman (13,17%), Kulon Progo (7,20%), Gunung Kidul (5,37%), dan terakhir Bantul (1,91%).
Kota Yogyakarta menghasilkan 900 gram per hari per orang. Per hari dalam satu keluarga dengan lima orang anggota keluarga menghasilkan 4.500 gram sampah dan dalam satu tahun menghasilkan 1.620 kg per hari.
DLH Kota Yogyakarta telah melakukan evaluasi bahwa setelah perumahan, transportasi, dan komersial, ternyata sampah menduduki urutan keempat sebagai produsen emisi masyarakat dengan kapasitas 158.692 ton ekuivalen CO2 atau CO2e.