Jenang merupakan pusaka kuliner Jawa. Keberadaan makanan jenang tidak terjadi secara spontan, melainkan terjadi dari proses kehidupan yang telah lalu. Jenang sudah ada sebelum agama Hindu masuk ke Jawa pada abad ke-4 M. Dan pada jaman Walisongo, jenang bukanlah sekedar makanan yang habis dikonsumsi, melainkan, menjadi simbol-simbol penuh makna yang berperan sebagai pengingat (reminder) nilai-nilai religiusitas bagi masyarakat Jawa atau tuntunan kehidupan untuk selalu ingat kepada-Nya.
Hidup ini perlu reminder. Seperti halnya traffic light dalam berlalu lintas. Dan jenang masih menjadi reminder yang lestari bagi masyarakat Jawa dan daerah-daerah Indonesia lainnya. Jenang menjadi media ungkap untuk bersyukur kepada-Nya dari hasil panen bumi atas pemberian Sang Pencipta.
[caption id="attachment_324559" align="aligncenter" width="533" caption="Festival Jenang Kota Solo 2014"]
[/caption]
Demikianlah, pesan kuat yang disampaikan dalam Festival Jenang tahun 2014 di Ngarsopuro Kota Solo, yang digelar 22 dan 23 Februari 2014. Sedianya, festival ini akan dilakukan pada 16 dan 17 Februari 2014, tetapi pelaksanaannya diundur karena dampak erupsi Gunung Kelud pada 14 Februari lalu, sehingga tempat pelaksanaan tidak memungkinkan untuk digunakan.
Festival yang menghadirkan 17 macam jenang ini diawali dengan rangkaian "marut klopo", kegiatan memarut kelapa secara manual (dengan parutan kayu atau logam), yang saat ini sudah jarang dilakukan karena proses memarut kelapa pun sudah sedemikian dimekanisasi. Setelah prosesi memarut, dilanjutkan dengan kegiatan memasak jenang di lokasi. Semua jenang dalam festival ini dibagikan gratis ke pengunjung.
[caption id="attachment_324569" align="aligncenter" width="533" caption="Kemeriahan Festival Jenang 2014"]
[/caption]
[caption id="attachment_324571" align="aligncenter" width="533" caption="Memasak jenang di arena festival"]
[/caption]
[caption id="attachment_324573" align="aligncenter" width="499" caption="Jenang siap dibagikan"]
[/caption]
Ke-17 macam jenang ini bukan sekedar angka 17, tapi merujuk kepada 17 macam jenang yang dulu mengawal proses perpindahan pusat Kraton Mataram dari Kartasura ke Desa Solo akibat Geger Pecinan pada tahun 1741.