Lihat ke Halaman Asli

Dengkul

Diperbarui: 21 Juli 2024   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DENGKUL

Cerpen Rizal Pandiya

 

Belakangan ini, Bambang sering kelihatan linglung. Mungkin karena bingung atau terlalu banyak berpikir, ia sering tidak ingat dengan yang ia lakukan. Terkadang ia menggerak-gerakkan bibirnya seperti orang bicara atau membaca mantra. Ia juga sering mondar-mandir tidak menentu seperti mencari sesuatu.

Pernah suatu hari, Narti, istrinya, memergoki cangkem Bambang sedang komat-kamit, namun buru-buru ia bersikap wajar ketika tahu istrinya sedang memperhatikannya. Tapi Narti tidak pernah menanyakan langsung, perihal tingkah laku suaminya. Ia berpikir itu adalah hal yang biasa dan bukan sesuatu yang mesti dipertanyakan. Ia tidak ingin suaminya dipermalukan dengan pertanyaan yang tidak penting.

Tetapi Narti sudah tidak tahan melihat tingkah polah suaminya. Makin hari makin aneh. Yang sangat menjengkelkan hatinya, Bambang lupa dengan hari kerja dan hari ulang tahun istri serta anak-anaknya. Anehnya, suaminya ingat nama-nama mantan pacarnya. Bahkan ia tidak lupa bentuk dan letak tahi lalat di tubuh para mantannya.

Sepertinya ia menderita amnesia anterograde, yaitu gangguan daya ingat terkait peristiwa masa lalunya. Akibatnya, ia hanya bisa mengingat kejadian dan peristiwa sebelum mengalami amnesia.

Berdasarkan pengamatan dan jajak pendapat dari beberapa orang dekatnya, Narti berkesimpulan suaminya menderita pikun dini. Vonis yang dijatuhkan istrinya ini bukan sembarangan, tetapi dilakukan secara saksama dengan metode ilmu probabilitas. Ini juga bukan pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan, melainkan hasil penelitian ilmiah, katanya.

Atas desakan keluarga, Narti disarankan membawa suaminya ke dokter ahli neurologi, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Bambang hanya disuruh banyak istirahat. Meski sudah banyak obat yang diminumnya, otak Bambang tetap saja lama loading-nya. Butuh waktu untuk mendengar respons Bambang setiap diajak bicara.

Narti kemudian membawa suaminya ke dokter ahli saraf. Ia menduga suaminya hanya menderita saraf kejepit yang menuju ke otaknya. Tetapi dokter hanya memberi saran untuk tidak banyak berpikir sambil memberi resep obat yang harus diminum. Kali ini obatnya lebih banyak dengan dosis yang lebih tinggi dari dokter sebelumnya. Tetapi, meski obat sudah tandas, penyakit lupa Bambang tidak juga reda.

Dengan setengah putus asa, Narti akhirnya membawa suaminya ke Pak Mijan yang biasa disebut "orang pintar". Dia ahli pengobatan alternatif. Itu pun atas saran tetangga sebelah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline