Lihat ke Halaman Asli

yusriya nurul

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Married by Accident: Implikasi Hukum bagi Anak Hasil Kehamilan di Luar Nikah

Diperbarui: 14 Mei 2024   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.gettyimages.com/detail/photo/newlywed-with-pregnant-bride-and-hands-royalty-free-image/155395051?adppopup=true

Married by Accident (MBA) merupakan istilah untuk memaknai pernikahan yang disebabkan oleh kecelakaan atau kehamilan diluar nikah. Married by accident tidak dilakukan secara terencana tetapi melalui peristiwa yang tidak terduga, yaitu kehamilan. Fenomena ini marak terjadi pada remaja hingga dewasa muda. Hal ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya pernikahan dini. 

Anak hasil married by accident adalah anak hasil hubungan pria dan wanita tanpa terikat tali pernikahan. Kemudian keduanya melangsungkan pernikahan secara sirri maupun legal secara Negara. Timbulah pertanyaan bagaimana implikasi hukum terhadap anak tersebut dan kepada siapa nasabnya terikat?
Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB XIV tentang Pemeliharaan Anak, Pasal 99 menyatakan dua pengertian anak yang sah, yaitu:
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut

Apabila ibu dari anak tersebut menikah dengan laki- laki yang menghamilinya dengan sah menurut agama dan hukum negara pada saat sang anak masih dalam kandungan, maka anak tersebut diakui sebagai anak sah dari hasil perkawinan mereka. Dalam Hukum islam terdapat ketentuan bahwa pernikahan dilakukan dalam waktu enam bulan atau 180 har sebelum kelahiran anak tersebut. Apabila dilakukan diluar batas waktu, maka anak tersebut adalah anak hasil diluar nikah. Anak di luar nikah hanya dinasabkan kepada ibunya saja. Hal ini ditegaskan pada Pasal 100 KHI " Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya"

Sementara itu, pada Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam disebutkan tentang kawin hamil. Perkawinan dengan manita hamil, dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya. Pernikahan yang sudah dilangsungkan saat manita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Oleh karena anak tersebut adalah anak yang sah, maka penetapan nasab tetap kepada Ayahnya dengan syarat sang ibu dinikahkan dengan laki-laki yang menyalurkan benih anak tersebut. Dengan demikian ia memiliki implikasi hukum yang sama dengan anak sah lainnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline