Lihat ke Halaman Asli

Janji Tak Berwujud

Diperbarui: 29 Juli 2018   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.slideshare.net/CheldhayeDay

Janji politik dan dusta ibarat saudara kembar. Tiada politik tanpa janji, dan tiada janji politik tanpa dusta. Demikian ungkapan mayarakat yang apriori, pesimis, dan skeptis terhadap kondisi politik di negeri ini.

Tentu saja, masyarakat tidak asal bicara. Pilkada serentak yang telah berlalu, menjelang pileg dan pilpres, janji, muslihat dan dusta politik disulap menjadi kata-kata manis. Bagai penyedap rasa masakan dan pemanis minuman.

Ada janji tentang hidup sejahtera, ada janji tentang pendidikan gratis, ada janji tentang tentang subsidi sembako, ada janji tentang perbaikan jalan raya, ada janji tentang perbaikan harga, ada janji tentang perbaikan saluran air, sampai pada janji tentang perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan sederetan janji manis lainnya.

Ya, menjelang pileg dan pilpres 2019, para calon mulai menebar senyum dan rayuan. Meminta simpati dan memberi harapan. Alhasil, perlahan rakyat mulai terpesona dan hanya menunggu waktu terperangkap dalam jebakan kata yang dioles dengan kemampuan mengumbar janji.

Pertanyaannya kemudian. Benarkah janji-janji itu akan diwujudkan?

Hemmm.., Itu hanyalah janji. Iya Janji -- apalagi janji politik, selalu berada di antara harapan dan kenyataan. Pada akhirnya, apa yang menjadi kenyataan selalu bertolak belakang dengan harapan. Janji pun tinggal janji.

Janji politik tidak bersifat mengikat. Pemberi janji tidak memiliki kewajiban hukum untuk memenuhi janjinya. Ia bisa saja dan kenyataannya memang seringkali mengingkari janji.

Sang pemberi janji juga tidak bisa dituntut secara hukum. Rakyat yang telah mendengar dan percaya pada janji politik tidak bisa melaporkan seseorang yang telah memberi janji kepada aparat penegak hukum ataupun otoritas lainnya.

Rakyat tidak akan bisa menyeretnya untuk bertanggung jawab atau mempertanggungjawabkan janjinya itu. Rakyat memang berhak menagih janji, tetapi pemberi janji juga memiliki hak untuk memberi jawaban ataupun sekadar membangun "alibi" agar tak mau dicap ingkar janji alias bohong.

Janji adalah dusta dan dusta memang telah menjadi bagian inheren dalam politik. Politik praktis selalu berkorelasi dengan janji yang berakhir pada dusta politik.

Namun demikian, janji selalu berdampak etis-moral. Janji selalu berkaitan dengan hati nurani. Jika demikian, janji yang diberikan kepada rakyat mestinya diwujud-konkritkan.Meskipun tidak memiliki kewajiban hukum, tetapi seseorang yang memberikan janji memiliki kewajiban etis-moral untuk memenuhinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline