Lihat ke Halaman Asli

Menyoal Etika Keilmuan dan Kultur Perguruan Tinggi

Diperbarui: 8 Juli 2018   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

diolah dari articleblog.info

Misi perguruan tinggi tak dapat dipisahkan dari sains dan etika sebagai bagian dari budaya akademik. Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan.

Sains dan etika sebagai landasan sivitas akademika dalam melaksanakan aktifitas dan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dikenal dengan tridarma perguruan tinggi.

Pengertian sains adalah alat untuk mencari kebenaran. Untuk mencari kebenaran perlu strategi yang beretika. Strategi disini adalah metode ilmiah. Bagaimanapun banyak terjadi pelanggaran etika dalam penelitian saintifik, yang disebut sebagai penipuan saintifik (scientific fraud).

Penipuan saintifik (scientific fraud) didefinisikan sebagai usaha untuk memanipulasi fakta-fakta atau menerbitkan hasil kerja orang lain secara sengaja. Salah satu aspek dari penipuan saintifik adalah memanipulasi dan mengubah data, termasuk trimming (menghapus data yang tidak cocok dengan hasil yang diharapkan) dan cooking (memilih data yang hanya cocok dengan hasil yang diharapkan sehingga membuat data lebih meyakinkan).

Realitasnya, banyak ditemui dalam laporan-laporan ilmiah. Banyak kasus yang terjadi di lingkup PT di Indonesia, seperti tindakan memanipulasi fakta dan data, memaksakan teori dan konsep agar sesuai dengan fakta yang diinginkan atau sebaliknya mengubah data (trimming) untuk menyesuaikan teori dan konsep, tindakan plagiasi karya orang lain, dan sebagainya.

Para akademisi, peneliti, ilmuwan seharusnya objektif dan melaporkan semua hasil pengamatan secara lengkap dan jujur. Hasil karya ilmiah akan diakui apabila dapat diulang oleh orang lain di tempat lain dengan cara yang sama dan mendapatkan hasil yang sama (reproducible), barulah dapat diakui sebagai penemuan ilmiah.

Hal ini karena ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai daya untuk memperbaiki dirinya sendiri (self correction). Sesuai dengan sifat ilmu pengetahuan yang berkembang berdasarkan pengetahuan yang telah ditemukan sebelumnya.

Dalam etika keilmuan, diterangkan pentingnya etika sains, bagaimana menulis, melaporkan dan menganalisis data percobaan secara betul. Jika etika sains secara betul diajarkan dan diterapkan, maka dapat membentuk pribadi yang jujur, disiplin, bertanggung jawab dan sportif.

Realitas kekinian, sivitas akademika khususnya mahasiswa, minim sekali memiliki budaya akademis, seperti kemampuan menulis. Kebanyakan mereka melakukan plagiasi (baca: menyontek) makalah-makalah atau skripsi orang dengan metode CP (Copy Paste).

Persoalan integritas akademik (academic integrity) maupun kejujuran ilmiah (academic honesty) seakan bukan merupakan keputusan (konsideran) penting. Sebagian mereka bahkan (mungkin) tidak memahami betapa pentingnya kedua nilai tersebut akibatnya jarang dijumpai paper-paper yang orisinal dan berkualitas.

Solusi cerdas dari permasalahan diatas adalah mahasiswa sejak awal mengarungi dunia perguruan tinggi mereka sudah diperkenalkan dan diberikan pemantapan dalam pemahaman metode penulisan karya ilmiah dan metode penelitian dasar, bukan tidak mungkin akan lahir karya-karya ilmiah yang berbobot dan layak jual (marketable).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline