Lihat ke Halaman Asli

Mari Menjaga Masjid dari Propoganda Politik Praktis

Diperbarui: 11 Juni 2018   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

teepublic.com

Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim.

Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Masjid artinya tempat sujud. Masjid dari akar kata sajada-yasjudu berati sujud, lalu membentuk kata masjid yang berarti tempat sujud. Segala sesuatu yang ditempati sujud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dapat disebut masjid.

Dalam tulisan ini, tak ada maksud sedikit pun di hati saya untuk mengklaim mereka yang menjadikan masjid sebagai sarana berpolitik sebagai bagian dari kelompok radikal maupun kaum yang munafik. Tulisan ini berfokus pada dampak-dampak negatif politisasi masjid saja, yakni perpecah-belahan.

Di tengah ingar-bingar politik kekuasaan sekarang ini, lihatlah dunia nyata kita begitu menghiasi beranda-beranda maya, dan obrolan-obrolan di media sosial, perihal silang-sengkarut perpolitikan yang beraras pada salah/benar, hitam/putih, jahat/mulia.

Hinggar binggar perpolitikan di negeri ini telah melahirkan dampak negatif, bersumber semata dari hasrat yang menggejolak pada kursi-kursi kekuasaan semata yang turut mempengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan kita hari ini.

Politik sebagai jalan kemaslahatan manusia, telah tereduksi menjadi sekadar cara meraih kursi-kursi kekuasaan. Politik menjadi sekadar alat yang pragmatis, partisan, dan serba sementara.

Maka serbuan link provokasi, broadcast propaganda, dan hoak diterjangkan sedemikian derasnya ke dalam kehidupan sehari-hari kita, seolah Islam kita sebegitu terancanmnya, sebegitu kritisnya, dan sebegitu daruratnya utuk dibela dengan mata melotot dan otot menegang.

Di kalangan akar rumput, terjangan kabar-kabar mengerikan itu tak terfilter oleh pemikiran kritisi yang diperlukan, sehingga makin hari makin luaslah kecemasan-kecemasan akan keterancaman Islam itu mendera.

Ini lalu terangkut dan merembes ke mimbar-mimbar masjid hingga pengajian-pengajian, sehingga makin sempurnalah cengkeraman dan sergapan phobia itu menancap dalam pikiran dan hati .

Walhasil, potret politik hari ini hanya berorientasi pada kekuasaan instan semakin gagah menekuk ketenangan para warga yang majemuk, dan kehangatan persaudaraan, kerabat, dan sahabat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline