Lihat ke Halaman Asli

Dari dapur Amak sampai "Belajar Masak"

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai anak bungsu dan dekat dengan amak saya termasuk anak rumahan yang sering melihat amak memasak di dapur. Terkadang saya ikut membantu amak meskipun sebagai anak laki-laki agak tabu turut serta memasak (padahal rumah makan padang, tukang masak sampai pelayannya laki-laki). Biasanya saya ikut membantu memasak pada hari-hari besar seperti lebaran mulai memasak rendang, gulai kalio ayam, gulai tauco sampai membuat tapai ketan hitam dan lamang (makanan khas Minang dari ketan dan santan yang dimasukan ke bambu dan disangrai dekat api)

Kebiasaan memasak itu juga berlanjut hingga kuliah. Tinggal di kontrakan yang dijadikan pondokan, masing-masing penghuni memiliki tugas piket memasak. Disinilah saya mulai mengasah kemampuan memasak, meskipun hanya masakansederhana seperti membuat gorengan, sayur dan gulai namun saya sangat menikmati tugas piket satu kali seminggu tersebut.

Sesekali kami membuat makanan seperti mpek-mpek atau sejenis gorengan dari pisang atau ubi dengan mengkombinasikan dengan susu, coklat atau keju. Kebiasaan memasak tersebut berlanjut hingga saya menamatkan pendidikan di Unand dan kembali ke kampung untuk menjaga amak yang tinggal sendiri semenjak bapak meninggal.

Kondisi amak yang sudah udzur mengharuskan saya turun ke dapur. Di dapur rumah yang sangat sederhana saya mencoba memasak makanan untuk keperluan kami. Berbagai variasi makanan saya coba hanya sekedar ingin tahu rasa dari hasil eksperimen saya. Dan saya sangat menikmati masakan yang saya buat bila disukai oleh orang lain. Dan yang biasa menikmati masakan yang saya buat selain keluarga dekat juga ada teman-teman dan menurut mereka saya memiliki bakat dalam memasak.

Namun kebiasaan memasak ini kemudian terhenti seiring kesibukan saya bekerja sebagai staf honorer di Bagian Humas Kantor Bupati Solok Selatan dan menjadi kontributor tulisan sebuah surat kabar harian Sumatera Barat. Meskipun bekerja sebagai staf honorer dan kontributor tulisan di surat kabar saya berkesempatan beberapa kali mendampingi kunjungan kerja DPRD Kabupaten Solok Selatan dan studi banding jurnalis ke berbagai kota dan daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Bali, Jembrana dan Batam. Saat kunjungan tersebutlah saya mencoba berbagai makanan tradisional bahkan internasional.

Dan setiap makanan yang saya coba saya coba banding-bandingkan. Terkadang saya sangat menikmati makanan tersebut namun dilain kali saya merasa makanan tersebut tidak cocok di lidah saya. Hingga saya beberapa kali berkesimpulan setiap daerah memiliki cita rasa tersendiri dengan makanannya.

Namun selera setiap orang sangat berbeda tergantung di lingkungan dan budaya apa mereka di besarkan. Meskipun saya keturunan minang namun lidah saya tidak begitu suka dengan masakan yang terlalu pedas karena sedari kecil tempat tinggal saya di perkebunan banyak memperkenalkan makanan jawa yang cenderung manis. Hingga sekarang jika saya makan pecal ayam yang sambalnya sudah disesuaikan dengan pedasnya sambal orang minang saya akan mencampurkannya dengan kecap agar pedasnya sambal berkurang.

Hingga sekarang aktivitas memasak terus berlanjut bersama istri, bersama istri kami juga bereksperimen berbagai jenis makanan. Suatu kali untuk pertama kalinya saya dan istri mencoba membuat sayur asam. Meskipun terlihat mudah namun saya dan istri ingin membuat cita rasa persis seperti apa yang pernah saya makan di salah satu pusat makanan tradisional disalah satu mall di Jakarta.

Sebelum memasak kami berdua mencari referensi dari salah seorang teman yang biasa membuat sayur asam. Dari referensi teman tersebut, dia mengintruksikan agar memasukan banyak daun salam. Intruksinya tersebut saya lakukan entah berapa lembar daun salam dimasukan hingga bahan-bahan semuanya masuk kemudian saya mencoba mencicipi ternyata sayur asam dengan rasa gurih yang kami harapkan justru terasa kelat dengan aroma daun salam yang terasa melekat dilidah. Buru-buru saya mengeluarkan daun salam namun karena telah terlanjur rasa sayur asam berubah menjadi rasa jamu kelat dan pahit. Hks..hiks...eksperimen gagal...tapi tunggu kabar hasil masakan saya nanti yang sukses ya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline