Nah, pada saat pandemi seperti ini, berbelanja secara online merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan jual beli, di samping lebih gampang, dengan berbelanja online juga lebih aman tidak melakukan kontak langsung antara penjual dan pembeli atau harus pergi ke toko atau supermarket langsung demi untuk memutus mata rantai Covid-19 ini.
Berbelanja secara online dapat dilakukan di berbagai aplikasi marketplace, seperti Tokopedia, Shopee, Bli-bli dan lainnya. Setelah memilih beberapa barang, pembeli akan diminta memilih sistem pembayaran yang ingin digunakan, salah satunya yaitu Cash On Delivery (COD). Cash On Delivery (COD) merupakan cara alternatif dalam bertransaksi,maka dari itu banyak dipilih masyarakat karena memudahkan pembeli yang tidak memiliki rekening dan tidak perlu repot untuk men top up atau mengisi saldo pada akun marketplace terlebih dahulu.
Namun belakangan ini, mekanisme pembayaran Cash On Delivery (COD) menimbulkan masalah, berupa komplain dari pembeli kepada kurir saat mengirimkan paket dan meminta pembayaran, kemudian pembeli merasa barang yang datang tidak sesuai dan ingin membatalkan pembelian tersebut, tetapi kurir hanya sebagai pihak rekanan dan tidak bisa menjelaskan permasalahan terkait paket dan hanya mengikuti aturan jika barang sudah diantar maka pembeli harus melakukan pembayaran dan pembeli yang kurangnya pemahaman bertransaksi secara Cash On Delivery (COD) .
Cash On Delivery (COD) adalah cara transaksi jual-beli di mana pembayaran dilakukan secara langsung di tempat ketika pesanan dari penjual diterima oleh pembeli.
Lalu bagaimana dalam pandangan fiqh muamalah terhadap COD?
Rukun jual beli ada 3, yaitu adanya penjual dan pembeli, ijab kabul yang telah disepakati antara penjual dan pembeli,barang atau jasa yang sesuai syariat. Bila kita masukan pada sistem COD, yakni pembayaran ada di akhir maka ijab kabul terjadi, ketika barang sampai di tangan pembeli. Hal tersebut diperbolehkan karena adanya kesepakatan yang dibuat antara penjual dan pembeli di awal perjanjian atau disebut juga janji jual beli.
Dilansir dari Republika.id "kurir adalah pihak yang digunakan atau dimanfaatkan jasanya melalui transaksi ijarah atau jual beli jasa untuk mengirimkan barang kepada pembeli. Oleh karena itu, kurir tidak mempunyai tanggung jawab bila terdapat ketidaksesuaian barang yang dipesan pembeli dari penjualnya."
Kurir sebagai perantara antara penjual dan pembeli,kurir tersebut hanya sebagai pihak rekanan dan tidak berkaitan pada penjual. jika barang telah diterima di tangan pembeli maka tugas kurir sebagai perantara sudah selesai, jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan, pembeli bisa langsung menghubungi penjual untuk tindakan selanjutnya,dikarenakan kurir tidak mengetahui keterangan barang yang ia antarkan. Kecuali penjual memiliki kurir pribadi.
Ada beberapa brand yang memiliki kurir sendiri biasanya brand-brand yang sudah besar namanyaApabila terdapat komplain,dalam istilah fiqh disebut khiyar . Khiyar adalah hak untuk melanjutkan proses jual beli ,apakah bisa dilanjutkan atau dibatalkan dikarenakan keadaan tertentu seperti terdapat cacat pada barang dan lainnya, kemudian disepakati kedua belah pihak antara penjual dan pembeli pada transaksi tersebut.
Hukum khiyar terdapat pada hadis riwayat muslim yaitu " Dari Ibnu Umar ra dari Rasulullah SAW bersabda, Apabila dua orang melakukan jual beli, maka kedua nya memiliki hak untuk khiyar (melanjutkan atau membatalkan jual beli) selama mereka belum berpisah atau masih bersama, atau jika salah satu di antara keduanya menetukan khiyar kepada lainnya. Jika salah satu menetukan khiyar pada lainnya lalu mereka berjual beli atas itu,maka jadilah jual beli. Jika mereka berpisah setelah mereka melakukan jual beli dan masing-masing tidak mengurungkan jual beli maka jadilah jual beli tersebut" (muttafaq alaih, hadis riwayat muslim)