Lihat ke Halaman Asli

yusril iza

Volunteer

Pemilu Telah Usai: Bagaimana Tantangan Generasi Muda dalam Penanggulangan Hate Speech?

Diperbarui: 4 April 2024   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Mulut (Shutterstock)

Indonesia saat ini telah melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu). Tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal pemungutan suara yang sudah berjalan. Pemilu ini seperiti biasa untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu tahun 2024 dilakukan secara serentak di seluruh Provinsi, Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.

Terdapat peningkatan Pemilih tetap untuk Pemilu 2024. Menurut media Kompas, Peningkatan Pemilih tahun 2024 sekitar 12 Juta. Sedangkan Hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional, merilis pemilih 2024 mencapai 204.807.222. Untuk pemilih generasi muda sebanyak 113 juta atau 56,45 persen, terdiri dari generasi milenial sebanyak 66.822.389 dan generasi Z sebanyak 46.800.161. (Muhammad, Katadata.co.id)

Secara pengalaman, dalam melaksanakan pemilihan umum terdapat aktivitas kampanye yang bersifat negatif. Seperti ujaran kebencian (hate Speech) dalam media sosial. Menurut Marpaung, ujaran kebencian (hate speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukkan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya konflik sosial, kekerasan dan sikap prasangka, baik dari pihak pelaku pernyataan ataupun korban dari tindakan tersebut. (Marpaung, 2010)

Aktivitas hate speech dalam media sosial biasanya terjadi pada Pemilu, seperti pemilu tahun 2019. Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 terdapat 90 Kabupaten dan Kota masuk kategori rawan tinggi ujaran kebencian di angka 17,5 persen. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mengatakan ada tiga masalah besar yang menjadi perhatian selama pemilu dalam pengguna media sosial yaitu hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. (Siaran Pers, kominfo.go.id)

Adanya kegiatan hate speech di media sosial, memaksakan pemerintah Indonesia untuk mencari sebuah solusi kebijakan yang efektif dalam penanggulangan hate speech. Langkah pemerintah Indonesia, melalui Kominfo melakukan dua pendekatan untuk pencegahan, yaitu pendekatan secara preventif dan represif. Pendekatan preventif dilakukan dari penanganan konten yang berkaitan dengan hate speech, sedangkan pendekatan represif dilakukan dengan arah penegakan hukum terkait dengan upaya atau proses hukum. Akan tetapi, kebijakan yang dilakukan itu belum membuat pelaku jera, dikarenakan dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan. 

Khususnya rendah partisipan masyarakat dalam berpendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat membuat penanganan hate speech semakin lambat, dan juga bertendensi pada kegiatan komunikasi  yang cenderung destruktif.

Melihat kerentanan hate speech, generasi mudah harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Apalagi, menurut media Indonesiabaik.id pada tahun 2017 menunjukkan generasi milenial menggunakan media sosial sebanyak 93,5 persen. Sehingga, tidak menutup kemungkinan kerentanan hate speech terjadi pada kalangan generasi muda. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan juga untuk mencegah hate speech harus diawali dengan generasi muda itu sendiri. 

Generasi muda, harus mengawali dengan tantangan membangun komunikasi yang baik terhadap penanggulangan hate speech. Generasi muda, juga harus membuat komunikasi politik baik secara media sosial dan darat, yang tentunya sesuai dengan etika dan tidak destruktif. Selain itu, Generasi muda secara tidak langsung harus sebagai agen of control. Dikarenakan generasi muda harus ikut serta dalam melaksanakan edukasi secara politik yang jauh lebih baik dan tentunya sesuai dengan jalur konstitusi.

Regulasi Hate Speech

Pemberlakuan regulasi penanggulangan hate speech merupakan upaya untuk penegakan hukum yang ada di Indonesia. Saat ini, Lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menetapkan Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). Dikatakan pada huruf (g) dalam Surat Edaran Kapolri a quo, hate speech bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum di fabel (cacat), orientasi seksual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline