Lihat ke Halaman Asli

Yusri K Huda

Mahasiswa

Cerpen: Residu Rasa

Diperbarui: 9 Juni 2020   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berangkat sekolah, rapat organisasi, pulang, lanjut ngaji sampai malam merupakan rutinitas salah seorang siswi sekaligus santriwati asal Tasikmalaya ini, namanya Hilwa. Tumbuh di lingkungan pesantren menjadikan dirinya mau tidak mau harus mengikuti setiap pengajian yang telah dijadwalkan.

Sejak SD, Hilwa kecil sudah gila belajar dan sibuk. Dia tidak mau dan tidak akan melewatkan satu hari pun tanpa membaca buku. Tidak dapat dipungkiri, itu memang hasil didikan gurunya yang selalu memberikan reward dan punishment untuk hampir setiap hal yang dilakukan siswanya.

Tumbuh dewasa sebagai seorang gadis lugu yang hanya mementingkan belajar dan kemajuan organisasi menjadikannya tidak pernah mengenal apalagi mengetahui bagaimana rasanya  jatuh cinta. Saat itu, saat dia sedang duduk di kelas 12 MA, kisah cintanya baru dimulai. Cukup telat untuk ukuran anak muda zaman sekarang yang kebanyakan kisah cintanya dimulai dari usia SMP bahkan SD.

Di akhir semester 1 kelas 12, Hilwa merasa belum puas dan masih bertanya-tanya tentang apa yang sudah dia berikan untuk sekolah atau madrasahnya. 

Menjadi pengurus OSIS dan mengikuti beberapa perlombaan saja menurutnya masih kurang untuk menunjukkan betapa dia sangat mencintai madrasahnya. Dia masih ingin memberikan piala kemenangan lain untuk madrasahnya.

Setelah mencari informasi, dia mendapatkan kabar bahwa jurusan bahasa Arab di salah satu universitas sedang membuka pendaftaran perlombaan yang salah satu lombanya adalah cerdas cermat bahasa Arab. 

Hilwa merasa inilah waktu yang tepat. Menggunakan relasi dan jabatannya di madrasah, membuatnya berani untuk melakukan recruitment sendiri untuk memilih pendampingnya (karena LCC harus 3 orang) dan berangkat berlomba dengan modal individu. Singkat cerita, dia dan rekannya berhasil memenangkan perlombaan tersebut dan mendapat gelar Juara 1. 

Hal ini masih belum membuat Hilwa puas sampai akhirnya dia masih mengikuti perlombaan sampai H-1 perpisahannya sebagai siswa kelas 12. Dan selama itu, dia berhasil meyumbangkan lagi 3 piala juara 1 untuk madrasahnya.

Ana, adik kelas yang dia pilih sebagai pendampingnya sering sekali membicarakan tentang ustaz muda di pesantrennya. Dia menceritakan bahwa ustaz-nya itu sangat pintar, apalagi tentang ilmu alat (Nahwu, Sharaf) yang sedang Hilwa tekuni, terlebih beliau (si ustaz) sangat tampan.

Awalnya, Hilwa tidak terlalu peduli dan menganggapnya biasa saja, akan tetapi karena keseringan mendengarkan cerita Ana tentang ustaz-nya itu membuatnya mulai penasaran dan bertanya-tanya seperti apa sih sosok ustaz tersebut, seberapa pintar dia.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang biasanya digunakan hampir setiap pesantren untuk mengadakan pasaran atau diklat ramadhan. Para santri senior banyak yang menggunakannya untuk bisa menimba ilmu di pesantren lain, kurang lebih seperti pertukaran pelajar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline