Lihat ke Halaman Asli

Yusran Darmawan

TERVERIFIKASI

Pesona Papua di Ajang Indonesian Idol

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1397525334741393321

[caption id="attachment_331742" align="aligncenter" width="620" caption="aksi panggung Nowela di ajang Indonesian Idol (foto: tempo.co)"][/caption]

DI ajang Indonesian Idol, pesona seorang perempuan Papua telah menyengat tanah air Indonesia. Perempuan itu menjadi magnet yang menawan hati banyak orang ketika berani membawakan lirik berbahasa Papua di ajang pencarian bakat bermusik paling spektakuler itu. Maka Indonesian Idol menjadi panggung untuk meneriakkan eksotika tanah Papua. Perempuan itu adalah Nowela Mikhaela Elizabeth Auparay.

***

"Kaka... Tidak lama lagi Nowela akan tampil. Kaka harus lihat pesona Papua."

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Pengirim pesan itu adalah Albert Komboy, seorang pemuda Papua yang tinggal di di Kaimana, Papua. Aku bukan penggemar acara Indonesian Idol. Namun pesan yang disampaikan dari tepi laut biru dengan pemandangan sunset terindah di dunia itu membuatku sedemikian penasaran.

Aku akhirnya menyaksikan penampilan Nowela. Melalui layar televisi, aku melihat tayangan warga Papua yang memenuhi studio. Mereka berteriak-teriak menyebut nama Papua. Di berbagai jejaring sosial, nama Nowela digemakan sebagai ikon kawasan timur. Ia dianggap sebagai representasi kawasan timur di layar televisi yang lebih banyak menampilkan wajah-wajah putih keturunan Eropa atau Asia Timur.

Beberapa malam lalu, Nowela tampil menyanyikan lagu Sang Dewi, yang dipopulerkan Titi Dj. Sebagaimana biasa, ia kembali membuat semua juri terkesan. Salah satu juri, Titi Dj memberikan standing applause untuknya. Namun aku paling terkesan dengan penampilannya tiga minggu lalu saat ia menyanyikan lagu Let It Go, yang merupakan soundtrack film Frozen.

Saat itu, kupikir ia akan menyanyi sebagaimana Demi Lovato, penyanyi aslinya. Ternyata tidak. Ia mulai lagunya dengan berteriak nyaring dalam bahasa yang baru pertama kudengar. Setelah itu, gendang ditabuh. Ada suara-suara yang mengingatkanku pada lagu Circle of Life dalam film Lion King yang menggambarkan rimba Afrika dengan hutan-hutan lebat. Seorang teman berbisik bahwa ia telah menambahkan lirik berbahasa Papua dalam lagu itu. Pantesan, bahasanya agak asing di telingaku.

Mendengar lagunya, pikiranku terbawa ke tanah Papua. Aku membayangkan pepohonan lebat dengan dahan yang menjulang tinggi ke angkasa. Aku membayangkan rimba raya yang dilalui kasuari serta burung cenderawasih. Aku membayangkan alam liar Papua yang begitu diidamkan oleh semua penjelajah dan penikmat bumi yang perawan. Sayang, sebuah perusahaan besar berbendera negara asing tengah mengeruk bumi Papua yang amat indah itu.

"Akhirnya, ada juga orang Papua di tivi kita," canda Albert melalui ponsel. Aku tercenung memikirkannya. Ia benar. Televisi kita memang lebih banyak menampilkan sinetron tentang sosok-sosok berkulit putih dan terang. Di berbagai acara sinetron di televisi kita, wajah yang tampil adalah wajah yang itu-itu saja. Kalau bukan oriental khas Asia Timur, wajah yang sering muncul adalah peranakan Eropa.

Dalam hal selera, bangsa kita adalah bangsa yang terbelah. Di satu sisi, kita berulang-ulang menyebut kecintaan pada tanah air, namun di sisi lain kita justru seringkali lebih menaruh kekaguman pada mereka yang berwajah khas bangsa lain. Entah, apakah pemikiran kita adalah warisan dari penjajahan bangsa asing yang berlangsung sedemikian lama ataukah tidak. Yang pasti, jejak-jejak yang mengagungkan wajah khas asing itu masih bisa ditemukan dengan jelas di mana-mana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline