Lihat ke Halaman Asli

Sendiri dengan Tangis [di Hari ke-19]

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku coba menghindar..
Aku bangun dan berusaha pergi dari sepinya hati. Tapi tangan dan kaki ku gemetar begitu kencang hingga tak mampu menopang tubuh kecil ini.
Aku terjatuh dan akan selalu terjatuh.
Kesendirian ini tidak pernah terlintas dipikiranku walau hanya sedetik saja.
Aku selalu merasa bahagia karena bersamanya.
Bersama dia yang sangat ku cintai.
Tapi kini semua berbeda, kesendirian itu datang dan terus menjadi teman hidup ku.
Biasanya jam segini, tepat saat matahari sedang menertawakan aku hingga panas terasa menyengat tulang, kekasihku melintasi rumah ku dengan gayanya yang sedikit nakal lalu menggoda dan mengajakku pergi bersamanya.
Tanpa menghiraukan cibiran dari para tetangga yang tidak pernah suka melihat gaya berbusananya. Kekasihku ada untuk membuatku teduh dari bakaran sinar mentari disiang hari.
Sembilan belas hari sudah dia pergi meninggalkan ku.
Cerita pendek yang seharusnya berkisahkan tentang masa liburan kuliahku dengannya berganti dengan kisah tangis air mata seorang wanita yang ditinggal pergi kekasihnya.
Kisah rapuh hidupku mungkin akan menjadi cerita berseri dan atau sebuah novel yang tebal.
Entah mengapa, aku tidak bisa dan mungkin tidak akan pernah bisa menjadi seorang wanita kuat yang sempat kuramalkan dahulu saat aku berkhayal tentang sebuah perpisahan dengan kekasihku.
Aku juga tidak mampu dan tidak akan pernah mampu menjadi seorang wanita kuat seperti yang diharapkan oleh teman dan para sahabatku.
Setiap hari aku membuang air mata ini dengan harapan bisa mengembalikan keadaan menyakitkan ini menjadi seperti beberapa pekan yang lalu.
Saat aku masih bersamanya.
Saat kekasihku masih duduk dan tersenyum disampingku,
Saat kami masih saling menatap.
Aku menangis dan bingung mau berbuat apa.
Aku berharap air mataku mampu mengembalikan dirinya kepelukanku,
Aku berharap belas kasihan dari sang pencipta agar memberikan aku kesempatan sekali lagi untuk bersamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline