Menjamurnya kasus kekerasan di dunia pendidikan Indonesia kian memprihatinkan. Istilah kekerasan di kalangan pelajar, sejak tahun 1970 lebih dikenal dengan istilah bullying. Sekolah yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak, tak lagi nyaman karena adanya perilaku bullying yang kian masif.
Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia terdapat kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan psikologis/mental.
Seorang pelajar dikatakan sebagai korban bullying ketika ia diketahui secara berulang-ulang terkena tindakan negatif oleh satu atau lebih banyak pelajar lain. Tindakan negatif tersebut termasuk melukai, atau mencoba melukai atau membuat korban merasa tidak nyaman.
Tindakan ini dapat dilakukan secara fisik (pemukulan, tendangan, mendorong, mencekik, dll), secara verbal (memanggil dengan nama buruk, mengancam, mengolok-olok, jahil, menyebarkan isu buruk, dll.) atau tindakan lain seperti memasang muka dan melakukan gerakan tubuh yang melecehkan (secara seksual) atau secara terus menerus mengasingkan korban dari kelompoknya.
Jika ini dibiarkan, maka Indonesia akan kehilangan generasi emasnya. Itulah mengapa intervensi dari pihak terkait sangat diperlukan untuk mengatasi agar tindakan bullying tidak semakin memburuk.
Definisi Bullying
Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya "ancaman" yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau "rendah" dari pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully boy atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya).
Apalagi Bully biasanya berlangsung dalam waktu yang lama (tahunan) sehingga sangat mungkin mempengaruhi korban secara psikis.
Sebenarnya selain perasaan-perasaan di atas, seorang korban Bully juga merasa marah dan kesal dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, malu dan kecewa pada diri sendiri karena "membiarkan" kejadian tersebut mereka alami. Namun mereka tak kuasa "menyelesaikan" hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan.
Dengan penekanan bahwa bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah adanya egosentrisme (segala sesuatu terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu kejadian menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu adalah karena dirinya.
Berikut ini adalah contoh tindakan yang termasuk kategory bullying; pelaku baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban dengan cara:
- menyisihkan seseorang dari pergaulan
- menyebarkan gosip, mebuat julukan yang bersifat ejekan
- mengerjai seseorang untuk mempermalukannya
- mengintimidasi atau mengancam korban
- melukai secara fisik
- melakukan pemalakan/ pengompasan.