Lihat ke Halaman Asli

Yusmar Yusuf

Budayawan

Esoteris Timur

Diperbarui: 20 November 2021   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berburu kebenaran? Barat menetaknya lewat jalan memilah, memisah, mengisolari, memencil dan mematah-matah alam. Mengeluarkan alam dan diri menjadi semacam lapisan-lapisan balok bahan bangunan. 

Sementara Timur, mendekatinya dengan "penyatuan diri dan alam". Kebersatuan diri (jiwa, raga, ruh) dan alam ialah kunci esoterik Timur dalam upaya mempekerjakan 'mata fikir' dalam relung intuitif. 

Sementara Barat, mempekerjakan akal fikiran melalui kesadaran rasional. Inilah jalan esoteris Timur dalam menukil kehidupan dan Realitas Tertinggi. 

Kesamaan operasional agama kebijaksanaan Timur ini bisa diresapi dalam candra tasawuf sufisme Ibn Arabi (Toshihiko Izutsu), jalan Kabalistik (Yahudi) dan Mistisme (Kristiani). 

Dimensi transenden itu adalah Sunyata (Buddhisme); Brahman (Hinduisme); Tao (Taoisme), bersepupu sejajar dengan Ain Soph (Kabalisme Yahudi); Godhead, Hahut (Mistisme Kristen); dan al Haqq (Sufisme Islam). 

Sepanjang sejarah, manusia terpelajar sekalipun sering dicederai oleh sains dan tidak memperoleh kebaikan setitik pun dari ilmu. 

Maka, mereka menyelusup ke relung-relung spiritual esoterik, bisa orang itu bernama Dante, Charlemagne, Shakespeare, Micheangelo, Thomas Aquinas, al-Jilly, Ibrahim bin Adam, Dzun Nun al Misri, Goethe, Ibn Arabi, Fatima al Qurduba, Cervantes, Milton, Bach, Mozart, Beethoven bahkan Napoleon sekalipun. 

Ihwal ini menjadi sentakan mengejut bagi para filsuf dan fisikawan Barat. Bahwa "jalan" (Tao) penyatuan esoteris Timur sejatinya memiliki kesejajaran dalam mengungkap kebenaran, sebagaimana tombakan Frijtof Capra terhadap ilmu Fisika modern. 

Kebijaksanaan Timur menyemarakkan praktik muka bumi, seakan tak terhubung ke atas (langit). Dia lebih mengutamakan praktik (tindakan) nyata dalam lelaku dan perbuatan; suguhan film-film Kungfu (Kempo ala Jepang) atau pun Bushido, seseorang yang hendak belajar agama (di Biara Shaolin, Sorinji versi Jepang), malah disuruh membersih parit tali-air, mengadun bubur, berkebun sayur-mayur sembari memikul gentong air dari satu parak ke lapak kebun dalam medan ekstrim, belajar seni bela diri, membersih biara, patuh pada tindak-laku irrasional seorang guru lingkaran kuil (biara). Esoterisme Kejawen?... 

Jumlahan perbuatan ini sejatinya adalah praktik beragama yang disematkan oleh agama-agama Timur. 

Bagi pikiran Barat yang kenyang, bosan atau sudah bi(a)sa dengan agama Ibrahimiyah yang cenderung terdegenerasi sehingga dia menjadi potongan-potongan doktrin (langit) yang tak terhubung ke bawah (bumi). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline