Tik tik tik! Bunyi hujan bagai bernyanyi
Saya dengarkan tidaklah jemu
Kebun dan jalan semua sunyi
Tidaklah seorang berani berlalu
Itu adalah penggalan lirik Tik Tik Tik! Bunyi Hujan karya Ibu Sud yang sangat ikonik. Lagu yang menemani masa kecil kita. sangat pas dinyanyikan ketika musim hujan tiba. Berbicara tentang hujan, itu adalah siklus alam yang tak dapat ditolak. Bagi kita yang tinggal di daerah tropis hanya dapat menikmati dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Hujan mendinginkan bumi saat musim kemarau berlalu. Hujanpun berupa keberkahan. Dan pertanda rejeki yang tak bisa kita dapatkan pada musim kemarau. Bagi sebagian orang musim hujan adalah rejeki, tapi sebagian lainnya menganggap sebagai ancaman.
Sebuah Berkah Dan Sisi Lainnya Jadi Ancaman, Benarkah?
Bagi petani dan orang di desa serta mereka yang mengharap rejeki di musim hujan, hujan adalah berkah. Musim tanam dimulai. Para petani beramai-ramai menggarap sawah untuk memulai menanam padi dan tanaman lainnya. Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dan pulau-pulau kecil berlomba menampung air hujan.
Begitupun bagi mereka yang tinggal di lahan tandus, hujan adalah berkah bagi mereka. Tapi disisi lain, masyarakat perkotaan mulai was-was dengan musim hujan. Begitupun bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai serta daerah perbukitan. Hujan adalah ancaman bagi mereka karena dapat mendatangkan banjir dan menyebabkan tanah longsor tanah longsor.
Sebenarnya musim hujan dan hujan adalah berkah bagi semua makhluk, tak terkecuali manusia. Yang kita takutkan pada musim penghujan adalah hasil dari perilaku kita sendiri. Ancaman-ancaman yang kita takutkan pada musim hujan dapat kita cegah.
Yang pertama kita mesti bijak memanfaatkan alam. Perilaku serakah harus kita minimalisir agar alam tak tereksploitasi dan terjaga keseimbanganya. Untuk mencegah banjir, hutan jangan digunduli tapi terapkan konsesi penebangan yang selektif.
Menurut David Gaveau dalam Bagaimana Penebangan Selektif Bisa Membantu Melindungi Hutan yang termuat dalam forestnews.cifor.org, panen kayu di konsesi penebangan di Indonesia bersifat selektif. Manajer konsesi menebang hanya poho-pohon yang bernilai komersil denganbatas diameter tertentu, meninggalkan tegakan pohon lain untuk jangka panjang.
Antara 2 dan 20 pohon dipilih untuk ditebang di tiap hektare hutan, sekali setiap beberapa dekade. Umumnya, cara ini meninggalkan lebih dari 90% tegakan pohon, dan meninggalkan vegetasi tetap jadi pohon.
Cara ini sangat baik diterapkan untuk melindungi bukit dan bantaran sungai dari ancaman. Karena dengan selektif menebang maka resapan air terjaga dan struktur tanah tetap kuat oleh akar-akar pohon. Begitupun yang tinggal di pesisir pantai, yaitu menggalakkan penanaman bakau yang berfungsi sebagai tameng dan pemecah gelombang alami.