Silicon Valley Bank (SVB) merupakan bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat yang berfokus pada pembiayaan perusahaan startup. Kabar kebangkrutan SVB pada Jumat pekan lalu tentu mengejutkan banyak pihak. Bank yang telah berdiri dari tahun 1983 ini dikenal dengan layanannya yang inovatif dan modern, namun sayangnya gagal mempertahankan bisnisnya.
Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) terjadi karena beberapa hal. Pertama bank ini mengalami masalah pada likuiditas yang sangat signifikan karena tingginya permintaan dana nasabah untuk menarik uang mereka dalam waktu singkat (Bank Run). Hal tersebut kemudian menyebabkan bank tidak memiliki cukup uang tunai untuk memenuhi permintaan dari para nasabah. Selain itu kegagalan strategi investasi di beberapa bisnis teknologi startup juga memperparah keadaan.
Tentu nasabahlah yang terdampak sangat besar dari kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB). Banyak nasabah yang menyimpan dana dalam bentuk tabungan, deposito, dan investasi di SVB yang harus menanggung kerugian karena dananya tidak bisa dipulihkan sepenuhnya. Terlebih berdasarkan data Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) yang merupakan LPS Amerika, sekitar 86% dana nasabah SVB tidak masuk dalam penjaminan, sedangkan lainnya masuk asuransi deposito swasta yang kurang jelas. Nilai tersebut setara US$ 175 Miliar atau Rp 2,7 Kuadriliun terancam tidak bisa dikembalikan. FDIC juga hanya dapat menjamin dana nasabah sebesar US$ 250 ribu atau Rp 3,86 miliar untuk masing-masing rekening yang masuk penjaminan.
Dalam kondisi ini, nasabah Silicon Valley Bank (SVB) dapat mengajukan klaim kepada asuransi deposito swasta tersebut. Akan tetapi itu akan memakan waktu lama dan tidak ada jaminan bahwa nasabah akan mendapatkan kembali dana mereka sepenuhnya. Selain itu nasabah juga dapat memulihkan dana mereka melalui proses hukum, namun itu juga akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar.
Kejatuhan dari Silicon Valley Bank (SVB) adalah pengingat bagi kita semua untuk tetap berhati-hati dalam memilih bank dan melakukan evaluasi risiko investasi mereka. Nasabah perlu memastikan bahwa bank yang mereka pilih memiliki asuransi deposito yang jelas dan diatur pemerintah, serta harus memperhatikan portofolio investasi bank tersebut. Disisi lain pemerintah dan regulator harus memperkuat aturan dan pengawasan dalam industri perbankan, sehingga kejadian seperti ini tidak terulang lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H