Adakah makanan yang bisa membuat kalian jatuh cinta sejatuh-jatuhnya? Misalnya opor ayam buatan ibu di kala hari raya, atau lemang yang dimasak oleh bapak setiap satu bulan sekali, atau sambal goreng hati yang selalu jadi makanan favorit di saat kumpul keluarga. Sadar atau tidak selalu ada satu makanan yang menjadi favorit kita, entah karena rasanya atau bahkan karena yang membuatnya adalah orang yang spesial. Ketika saya di tanah perantauan seperti sekarang ini, makanan yang paling saya rindukan adalah masakan ibu. Kata orang masakan ibu memang tidak ada tandingannya, saya sependapat dengan hal itu. Sebab meski menu dan bumbunya sama, rasanya tetap akan berbeda jika bukan dimasak oleh ibu. Masakan ibu inilah yang selalu membekas di benak Pram, tokoh utama pria dalam novel Ayam Goreng Gadamala dan Pria Berkacamata karya saya sendiri. Jika sebelum-sebelumnya saya mereview novel karya penulis-penulis favorit saya, kali ini saya akan sedikit mengupas tentang novel karangan saya sendiri.
Novel Ayam Goreng Gadamala dan Pria Berkacamata (AGGdPB) tercipta karena sebuah lomba menulis yang diadakan oleh salah satu aplikasi menulis. Proses penulisannya tidak lama, hanya tiga puluh hari karena dikejar oleh deadline lomba yang memang hanya satu bulan. Tentu saja menuliskan novel sebanyak 46 ribu kata dalam waktu sebulan bukanlah perkara gampang. Apalagi harus berbagi waktu dengan pekerjaan yang cukup banyak sebagai tenaga honorer kala itu. Namun, entah mengapa saat itu saya sangat bersemangat untuk menyelesaikan novel ini. Ada semacam kerinduan untuk kembali menulis novel setelah novel perdana saya yang berjudul Pacar Dunia Maya berhasil terbit di 2016. Sehingga terselesaikanlah novel AGGdPB ini tepat pada waktunya. Kemudian di 2021 novel saya berhasil dipersunting oleh Aksara Cendikia, sebuah penerbit indie di Malang. Novel tersebut naik cetak pada akhir Agustus 2021.
Kembali ke Pram. Ada satu makanan yang selalu membuat Pram merindukan ibunya. Makanan itu adalah Ayam Goreng Gadamala. Sejak kecil ibunya selalu membuatkan ayam goreng dengan bumbu lengkuas yang melimpah untuknya. Sayangnya setelah ibunya meninggal, Pram tidak pernah bisa menemukan Ayam Goreng Gadamala yang sama persis dengan buatan ibunya. Sampai pada suatu hari, Pram bertemu dengan Gwenny, si penjual Ayam Goreng Gadamala sebagai penyambung hidup setelah keluarganya bangkrut. Beruntungnya, Ayam Goreng Gadamala itu rasanya sama persis dengan buatan ibunya. Tentu saja Pram merasa penasaran, bagaimana bisa Gwen memasak ayam goreng yang sama persis dengan masakan ibunya? Benar-benar sama persis. Pram seakan bisa mengobati kerinduan pada almarhumah ibunya lewat Ayam Goreng Gadamala yang dibuat oleh Gwen. Mungkinkah Tuhan mengirimkan Gwen untuk mengobati kerinduan Pram akan masakan ibunya?
Saya tidak akan membahas terlalu banyak perihal novel ini. Jika kalian ingin tahu cerita lengkapnya, novel ini akan segera preorder kedua di pertengahan Maret nanti. Kalian bisa pantau perkembangannya di Instagram saya. Tidak hanya perihal ayam goreng dan kenangan yang ada di novel ini, tetapi juga perihal luka batin yang dialami Pram, tentang keikhlasan dan perjuangan seorang Gwen, dan tentang berdamai dengan masa lalu kemudian melanjutkan hidup. Semua disampaikan dengan cara yang sederhana tanpa bermaksud menggurui.
Terakhir, saya tidak ingin memaksa kalian untuk membeli novel saya. Namun, jika kalian penasaran akan kisah Ayam Goreng Gadamala yang sangat berkesan bagi Gwen dan Pram dan juga perihal kisah mereka yang akan berakhir seperti apa, maka saya sarankan untuk segera memeluk novel ini dan menjadikannya sebagai teman liburanmu.
Salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H