Lihat ke Halaman Asli

Menunggu Lailatul Qodar di Depan Monitor

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa memangnya? salah? atau bahkan kurang ajar? sesuatu yang sakral,dimana malam itu lebih baik dari seribu bulan hanya ditunggu di depan monitor bukannya di Masjid?. No, no! tidak salah! benar menurut saya, karena monitor komputer menyajikan dunia beserta seluruh isinya. karena monitor komputer jauh lebih bisa dimengerti ketimbang, (maaf) artis Ustadz. sekali lagi, tolong catat; ini benar menurut saya.

satu contoh kecil saja, di depan monitor, kita bisa amalkan salah satu hadist :

Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim No.4685)

dari layar monitor lah, saya tahu ada pembantaian umat Muslim di belahan dunia yang lain. bukan dari (maaf) ustadz di kampung yang saya dengar dari hari ke hari hanya menda`wahkan doa-doa wudhu. bahkan saya jadi bertanya-tanya, kalau umat Islam terutama para dai dan ustadz tidak melek teknologi lantas darimana mereka bisa tahu nasib saudara seimannya di belahan dunia lain? dari televisi? saya agak ragu kalau televisi menayangkan berita penderitaan umat muslim setiap saat dan setiap waktu. pertanyaan lanjutannya, apakah mereka dapat merasakan "sakitnya" saudara-saudaranya? saya miris, saya prihatin jika mereka ternyata tidak tahu apa-apa. jadi, sekali lagi buat saya, akan saya tunggu lailatul qodar di depan monitor komputer.

saya mengaji di depan monitor komputer, salahkah? saya pikir, monitor komputer jauh lebih komprehensif membahas segala permasalahan agama. di depan monitor komputer kita akan temukan jawaban, insya alloh. tidak seperti ketika ngaji konvensional yang "deadlock" lantaran koleksi kitab sang ajengan terbatas sehingga jawaban atas permasalahan ditangguhkan sampai batas waktu yang belum ditentukan.

sering kali saya disindir istri, bukannya ngaji malah berasyik ria di depan komputer. saya bilang, saya sedang ngaji. terlihat sewot muka istri saya, medengus kemudian berlalu. lha, salahkah? atau tidak percayakah? saya bilang, saya lagi ngaji sama tulisannya kang Adi Supriadi tentang bahaya freemason dan illuminati. Tetap tidak menggubris, muka masam tampak selintas.

tapi kan tetap saja silaturahmi harus dijalin dengan tetangga, katanya lagi dari kejauhan. saya jawab, sama tetangga sering ketemu, ngobrol ngaler ngidul. apalagi? ini didepan monitor komputer malah saya bersilaturahmi dengan seluruh umat manusia di belahan bumi manapun. adakah silaturahmi yang lebih baik daripada bersilaturahmi dengan umat muslim di berbagai belahan dunia?

maka sudah saya tegaskan, akan ku songsong engkau, ya lailatul qodar di depan monitor komputerku.

(meski sebenarnya, Rosulullah ajarkan kita untuk menyongsongnya dengan beritikaf di masjid pada 10 ramadhan terakhir. semoga ini bukan pengingkaran atas teladan Rosulullah, tapi berapakah yang melakukan sebenar-benarnya itikaf menurut apa yang rosulullah contohkan?)

hamba berlindung kepada-Mu, Ya Alloh atas segala dosa dan khilaf. amin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline