Lihat ke Halaman Asli

Yusep Hendarsyah

Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Menjadi Menteri Agama untuk Semua Umat

Diperbarui: 5 Agustus 2018   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

elshinta.com

Setiap ada masa orientasi mahasiswa di kampus dulu, ketika sedang berada dia aula utama, datang sekelompok mahasiswa berdiri di depan dan kemudian mengumumkan ada salah satu teman yang kini terbaring dikarenakan kecelakaan. Sontak mahasiswa yang masih lugu memberikan santunan seikhlasnya. Tahu yang terjadi bertahun tahun kemudian, ternyata itu adalah informasi palsu yanh sengaja diberikan demi kepentingan segelintir orang. Uang yang terkumpul digunakan untuk berfoya foya. Dahsyatnya berita bohong.

Semuanya "terbelah" karena berbeda pilihan. Teman Sekolah masa SD, SMP, SMA bahkan kuliah bisa menjadi musuh dalam tanda kutip hingga menjadi musuh sejati karena berbeda prinsip. 

Itulah kondisi masyarakat kita saat ini, dimana proses tabayun, menemu kenali sebuah kebenaran sebelum menyampaikan kepada orang lain jarang sekali dilakukan, bahkan bagi sebagian orang yang mengaku berpendidikan tinggi ataupun  yang memiliki pangkat dan jabatan. Semuanya asal sesuai di hati langsung disebar tanpa peduli efek domino yang akan terjadi nantinya.

Waktu sekolah agama dulu (Madrasah Ibtidaiyah) saya sempat  merasakan bagaimana  diajarkan menghapal Surat surat dalam Alquran maupun menghapalkan hadis (perkataan dan tindakan Nabi Muhammad SAW). Ada mata pelajaran menghapal Hadist, saat itu diminta maju satu persatu menyetorkan hapalan di kelas. Alhamdulillah  ketika itu saya belum paham untuk apa dan bgaimana hapalan itu berguna hingga saat ini? 

Hingga kuliah selesai pencarian saya terhadap makna kandungan yang ada pada agama saya masih dalam proses pencaran. Banyak membaca dan terus menggali literasi litrasi baru. Kini semuanya dimudahkan dengan digitalisasi bantuan internet yang menjangkau segalanya. Kini perpustakaan yang di jaman saya sepi pengunjung sekarang seperti kuburan dan menurut hasil survey adalah menjadi tempat kedua setelahnya yang sepi pengunjung.

Hubbul Watoni Minal Iman ( Cinta Tanah Air sebagian daripada Iman)

Itulah yang sering diucapkan oleh guru agama dan guru mengaji saya. Mencintai tempat di mana kita di lahirkan , di mana kita dibesarkan ,di mana kita tumbuh kembang , di mana ada keberagaman agama, suku dan bangsa. Mencintainya adalah bagian dari Iman. Titik.

Berpuluh puluh tahun kemudian, saya sulit sekali uk mengerti, bahwa masyarakat kita mencintai tanah airnnya, bahkan mencintai agamanya pun sendiri kadang salah kaprah. 

Meyakini sesuai persepsinya, tidak belajar kepada ke arah kebaikan. Meyakini kelompoknya adalah yang benar dan kelompok lainnya salah bahkan sanggup mengkafir -- kafirkan orang lain yang dia tahu sendiri agamanya sama yaitu Islam. Bahkan dengannya mereka merakit sebuah benda yang teramat mematikan yang bisa saja melukai anggota keluarganya sendiri melalui jaringan internet. Lagi -- lagi mereka buta akan sebuah taklid.

Islam sendiri mempunyai arti harfiyah damai , selamat, tunduk, dan bersih , kaitan  dengan kata Muslim adalah dua hal yang berbeda .Islam adalah agama dan Muslim adalah  pemeluknya.  

Sebagai pemeluknya saya mempunyai kewajiban membumikan islam sebagai agama yang mampu membuat saya damai dan memberikan kedamaian pula kepada orang lain. Karena itu perintah Tuhan yang diwahyukan oleh Seseorang yang nyaris tanpa cela dan diteruskan oleh para sahabat dan pengikutya hingga kini. Lalu mereka belajar dengan siapa , ketika mudah sekali mengeluarkan dan menyebarkan berita bohong?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline