Puasa Ramadhan Tahun 2018 sudah memasuki hari keempat. Sudah empat hari pula anak sulungku berpuasa. Hari pertama buka puasa pukul 13.00 siang, hari kedua pukul 12.30, hari ketiga pukul 16.00 sore dan hari ini pukul 14.00 sudah minta berbuka. Mengingat usianya baru 5 tahun, Alhamdulillah semangatnya saya apresiasi dengan tidak memaksakan kehendak untuk melakaanalan ibadah lainnya seperti harus Sholat Tarawih.
Dia Ikut sholat isya saja sudah cukup bagiku. Malam pertama Ramadhan seperti biasa akan ada prosesi pembukaan dari Dewan Kemakmuran Masjid/ Mushola. Biasanya akan ada sambutan sang ketua sebelum sholat tarawih pertama dimulai.
Nah menariknya karena Ketua DKM adalah Praktisi Keuangan di salah satu Bank Syariah Nasional, maka pidatonya melulu soal bagaimana pemberdayaan umat dari segi syariah.
Bagi orang lain, sambutan ini biasa namun bagi saya sangat menarik. Ketertarikan saya adalah menghubungkan apa yang diucapkan oleh Ketua DKM malam kemarin dengan apa yang diucapkan oleh Menteri Peencanaan Pembangunan Nasional Bapak Bambang Brojonegoro saat melakukan Key Note Speech di acara Rembuk Republik yang dilaksankan di Hotel JS Luwansa Kuningan Jakarta (14/05/2018).
Acara yang digagas salah satu lembaga keuangan Non Perbankan Prudential Indonesia ini seyogyanya menghadirkan menteri Bambang Brodjonegoro (Kepala Bappenas) kemudian Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan menghadirkan juga dari Pimred Republika. Sementara Panelis Irfan Syauqi (Ketua 1 IAEI), Adiwarman Karim (Ketua DSN MUI) dan Jens Reisch (Presdir Prudential Indonesia).
Kegiatan dialog ini didasari dengan kondisi Bangsa Indonesia dahulu dan saat ini. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, negeri ini dipahami sebagai pemilik potensi ekonomi syariah yang besar. Potensi ini sampai kini belum termanfaatkan secara maksimal. "Kita masih net importir bukan eksportir". Kata Kepala Bappenas dalam Keynote Speechnya.
Latar belakang kegiatan ini didasari Survey Nasional Inklusi Keuangan 2016 yang dilakukan oleh OJK, tingkat inklusi keuangan syariah baru sebesar 11,06 persen . Artinya, dari 100 orang semisal jamah di masjid semalam, hanya 11 orang yang memakai layanan keuangan syariah. Jika diperinci berdasarkan sektor, inklusi syariahuntuk industri keuangan non-bank sangat rendah. Sektor perasuransian misalnya, tingkat inklusinya hanya 1,92 persen.
Saat ini kita diuntungkan karena Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla sadar betul besarnya potensi ekonomi syariah di dalam negeri. Alasan itu pula, Pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dikomandoi langsung oleh Bapak Presiden Jokowi.
Skadar informasi, KNKS ,menargetkan pangsa pasar industri keuangan syariah bisa mencapai dua digit. Untuk mencapai hal tersebut, tentu dibutuhkan terobosan program yang salah satunya bertujuan guna mendorong tingkat inklusi keuangan. Khususnya untuk IKNB Syariah yang indeksnya jauh lebih rendah dibandingkan sektor perbankan . Nah kegiatan rembuk ini diharapkan dapat mengungkap hambatan serta menemukan solusi dari pemerintah serta industri keuangan agar ada semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan keuangan syariah.
Saya dan istri yang datang saat itu merasa bersyukur karena menjadi bagian dari sekian persen orang yang menggunakan jasa keuangan syariah. Yang pertama saya menggunakan Bank Syariah untuk kepemilikan rumah yang saya tempati sampai sekarang. Kedua, saya dan keluarga memiliki Polis Asuransi Berbasis Syariah (PRULink Syariah) yang tentu saja menambah point inklusi syariah di Indonesia selain tentu saja menghindari hal hal yang dilarang agama.
Saya memang masih awam soal apa itu KNKS yang digagas oleh Pemerintah, namun dari rembuk ini bisa saya dapat beberapa hal :