[caption caption="Kami berbeda dan kami satu"][/caption]Minggu kemarin, rumah kami kedatangan tamu-tamu, sebenarnya lebih kepada teman sekolah masa SMP dahulu di Padang Sidempuan Sumatra Utara. Yang namanya Medan tentulah banyak sekali suku-suku tidak hanya ribuan marga yang tersemat dalam darah daging setiap jiwa yang lahir di sana namun perbedaan agama juga salah satu yang memberikan nilai lebih bahwa toleransi di Sumatra berjalan jauh dari apa yang kita bayangkan.
Berkumpulnya kembali berbagai karakter di mana teman-teman dari istri saya bisa berjabat tangan kembali setelah puluhan tahun tak bertemu secara fisik adalahhal yang paling membahagiakan dari Sumatra Utara berjumpa di Kabupaten Tangerang Banten. Beruntung teknologi saat ini sudah lebih maju salah satunya akses media sosial seperti facebook,twitter,watsap dan lain sebagainya hadir sebagai pelengkap kehidupan mereka masing-masing dan mempertemukan kami kembali di sini.
Masa di mana mereka masih bersekolah dengan berbagai perbedaan, ada melayu,ada suku asli ada keturunan Tionghoa ada dari India dan Keturunan Arab bercampur baur dalam satu sekolah dan satu kelas. Bercanda tanpa melukai, bertandang tanpa sungkan dan lain sebagainya. Saya sendiri berbeda dengan istri yang asal Medan Sibolga, Saya berasal dari keluarga yang memiliki darah kental aktifis atau sebut saja Tokoh Masyarakat dari kakek dan nenek yang aktif di organisasi islam semisal persis (persatuan islam) sementara Ayah menikahi Ibu saya yang memiliki background Nahdlatul Ulama (NU) tidak ada pertentangan tidak ada perpecahan kalaupun ada perbedaan sepert I qunut pada shalat shubuh, tahlilan itu dikembalikan kepada diri penganutnya. Sampai suatu ketika peran media sosial terus berkembang di mana kita dengan mudahnya membaca beragam informasi yang belum tentu kebenarannya.
Tabayun, cek dahuu kebenarannya sebelum bertindak, itulah yang sering saya dengar baik itu yang diajarkan Ayah saya maupun guru di pengajian di masjid yang saya ikuti. “iqra” Bacalah, sebuah ajaran yang langsung diturunkan Tuhan yang disampaikan oleh Junjungan Saya kepada setiap manusia sebagai rahmatan lil alamin. Bacalah sebagaimana kita memulai belajar membuka suara saat kita lahir, kemudian mata kita terbuka beberapa waktu kemudian , dari buaian hingga liang lahat kita dianjurkan terus belajar.
Pentingnya Merawat Kerukunan Beragama Pada Era Media Sosial
[caption caption="Duduk bersama dengan santapan yang kami bawa dari rumah masing masing dan maaakan buatan iatri tercinta menambah hubungan kami harmonis .Duduk di lantai meluoakan siapa kani,jabatan kami dan juga status keagamaan kami "] [/caption]
Sungguh mulia agama yang kita anut yang di dalamnya mengajarkan seluruh kebaikan yang membumi. Nabi Daud yang mengajarkan ajaran Tuhan dan dibukukan dalam Kitab Zabur di Jamannya . Bagaimana Nabi Musa menerima sepuluh perintah Tuhan (Ten Commandment) dibukukan dalam Kitab Tauratnya, bagaimana Nabi Isa mengjarakan cinta kasih kepada pengikutnya dan terus bergulir sepanjang masa yaitu ajarannya mengarah kepada Cinta Kepada Sangpencipa, Sayang kepada Orang Tua dan mengasihi sesama.
Kemudian Agama Islam mengajarkan Ketauhidan Mengesakan Tuhan semesta alam dan menjadi rahmat bagi semesta alam, Nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak umatnya hingga kini. Lalu kenapa kita berpecah belah gegara sesuatu yang belum tentu kebenarannya di media sosial?
Kita sebagai anak tentu selalu diajarkan oleh orang tua kita dirumah bagaimana cinta mereka kepada anak-anaknya. Penuh kasih sayang penuh rasa dan penuh tanggungjawab. Lalu kitapun tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya bertemu dan bergaul dengan teman sebaya yang berbeda karakter masing-masing. Yang baik berkumpul dengan baik secara fitrahnya dan yang “nakal” cenderung akan dijauhi teman –temannya.
Kebaikan itu menular juga kejahatan melakukan hal yang sama. Informasi yang salah yang kita dapatkan dari internet tidak bisa kita bendung bagaimanapun caranya. Karena ketidak sediaan kita membaca,mengaji kepada guru-guru yang mumpuni. Pendidikan itu adalah kunci dari segalanya. Pendidikan keagamaan diperlukan oleh negeri ini. Seorang Jendral dari Negeri Belanda pun mengakui peran dari alim ulama kita dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Yang diajarkan semua agama adalah kemerdekaan:
1.Merdeka dari kebodohan;