Tahun 1998 adalah awal kuliah di Pulau Sumatra, Universitas Lampung tepatnya. Perpindahan hidup meski sementara ternyata membuat kisah unik tersendiri. Bukan karena tempat kuliah yang jauh dari rumah menyebrang Selat Sunda, bukan pula teman teman kuliah yang beragam etnis. Tapi ini adalah kebiasaan lampu yang tak menentu antara hidup dan matinya. Kadang mati pagi hari, kadang siang hari, kadang sore hari hingga malam hari. Dari sekian kadang kadang itu bahkan bisa sampai seharian. Sungguh sesuatu hal yang diluar kebiasaan kami dari Pulau Jawa.
Sering matinya listrik di tempat saya menimba ilmu ini sedikit banyak mempengaruhi pola hidup keseharian mahasiswa perantau. Kalau lagi sial mati listrik pas tidak kebagian air, maka mandi di masjid atau di kampus adalah hal yang sudah biasa.Apalagi kalau besok nya ujian tengah semester (UTS) atau Semester dan malamnya mati lampu alamat kiamat bagi kami yang jurusan sosial .Karena hapalan adalah hal utama sebelum menganalisa suatu ujian. Sampai satu semester lewat kejadian ini terus terjadi. Terkait dengan hal tersebut akhirnya saya harus memintarkan diri, belajar jauh jauh hari baik di siang hari maupun malam hari.Ini dilakukan agar ujian bisa lancar meski malamnya mati lampu. Kalau ada teman yang ingin mencontek ujian kepada saya tinggal bilang saja "Kan semalam mati lampu, lo juga tau kan? Jadi Gw gak belajar maksimal". Jadi ketauan deh rahasianya.
Hingga kini Tahun 2016, kejadiannya tetap sama seperti waktu sembilan tahun saat saya habiskan waktu di sana. Ketidakstabilan suplay listrik masihj kerap terjadi. Setiap saat saya selalu melihat umpatan cacian hingga kalimat bersayap lainnya tentang ketidak berdayaan Perusahaan Listrik Negara dalam menjalankan kewajibannya kepada masyarakat. Hingga saya pun ikut gerah dan sempat berdiskusi dengan salah satu dosen. "Betapa tidak berbahagianya bapak,teman-teman dan masyarakat lampung di seluruh penjuru daerah karena berpuluh tahun mengalami hal yang serupa, berulang ulang akan kejadian matinya listrik hingga tak ada lagi kata yang cukup untuk terucap terhadap BUMN negeri ini. Apa saja kerja kalian?
[caption caption="Apapun permasalahannya solusinya selalu saja ada , foto : Lampung.tribunnews.com"][/caption]
Sudah sepantasnya elemen elemen masytarakat, DPRD,Pemerintah Daerah,PLN dan stake holder lainnya duduk sama sama memintarkan diri untuk menyelesaikan masalah perlistrikan. Sudah putuskan rantai ketidakbahagiaan dengan menggerutu,mengumpat terhadap negara.Mari Berbuat Sesuatu! Sampai akhirnya aksi masa dengan seribu lilinpun terjadi di Tugu Adipura Bandar Lampung (17/03/16) tempat yang memang asik untuk menyuarakan aksi demo dan kini saya memantau aksi seribu lilin tersebut dari Pulau Jawa melalui dengan penerangan lampu yang nyala terang benderang . Sungguh ironi.
Ada beberapa hal yang saya tangkap dari aksi simpatik tersebut diantaranya:
1. Lampung kekuarangan listrik 130 MW sedangkan Sumatra Selatan kebeihan 436 MW;
2. PLN sejak 9 tahun yang lalu mulai membangun jalur interkoneksi untuk mengalirkan kelebihan Sumatra Selatan ke Lampung dan pembangunan itu menurut berita terhenti di ruas Menggala-Seputih Banyak karena tidak diizinkan melintasi areal perkebunan perusahaan.
3. Hanya dibutuhkan 87 tower lagi untuk mengakhiri krisis listrik yang selama ini masyarakat lampung alami.
4.Mengajak berjuang bersama sama semua elemen untuk menyampaikan sikap agar pemerintah,PLN dan perusahaan pemilik lahan perkebunan segera melanjutkan pembangunan jalur transmisi interkoneksi di Menggala- Seputih Banyak.