Lihat ke Halaman Asli

Yusep Hendarsyah

Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Roulette De Art#2

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12892145571974317330

Sebelumnya : Hampir lima bulan kami menyapa, bercanda gurau, mengenalkan masing-masing keluarga kami meski dengan fasilitas chat dan webcam, dia memperkenalkan ibunya yang sangat senang sekali dengan orang Indonesia. Karena orang Indonesia ramah-ramah dan negaranya akrab dengan istilah Indonesia. Aku mulai bermimpi, betapa menariknya bila menikahi perempuan asing. Membayangkan wajah calon anak-anakku nanti. Kalau laki-laki akan mirip siapa dan kalau perempuan bagaimana bentuk hidungnya? ------------------------------------------------------------------------------------------ Sepasang mata berwarna biru itu menatap layar monitor 14 inch. Sebenarnya cukup dari jauh saja bayangan berwarna warni itu dilihatnya. tiba-tiba "Braksss" Tubuh bongsornya jatuh menmpa "pc". Seketika bayangannya menerawang jauh semakin gelap. "Shi... Aku mencintaimu, bersabarlah aku sedang mengumpulkan uang untuk melamarmu" "Sebenarnya kau tak perlu repot seperti itu, yang kutahu uang mu tak kan terkumpul banyak Boy, Ayah dan ibuku mengerti kondisimu. Beliau berdua cukup merestui hubungan kita. Datang saja tak perlu risau kau akan pulang atau tidak setelah bertemu denganku" Aku laki-laki, Shi. Tak mungkin semua hanya bergantung dari belas kasih orang tuamu. Kita berbeda jarak dan waktu. Indonesia dan negaramu sangat beda kultur. Aku sayang kamu dan kamu sayang akua jangan biarkan tangan lain menggapai cinta kasih murni kita". Bolehkah aku memelukmu sekali saja Boy, aku kangen.....lama sekali kita berbicara dan bertatap hanya lewat monitor . Aku sadar keinginan kita terlalu jauh, namun Tuhan tak pernah berfihak pada orang yang tidak mempunyai mimpi." "Sabar Shi, Aku urus dulu Surat Pengangkatanku agar hidupmu dan hidup kita lebih terarah. Pagi esok aku berangkat ke Makasar dan sekarang sudah pukul 3 pagi, aku senang pagi ini ditemani bidadari berwajah  cahaya rembulan. Diselimuti tebalnya kehangatan dan disejukan oleh embun yang tak berkesudahan" Selamat beraktivitas sayang aku pergi, jaga kesehatan " Bye. "Iya sayang, perjalananmu jauh dan semoga kembali pada waktu yang indah. Jaga kesehatan maafkan aku yang telah lupa bahwa waktu kita sangat berbeda. Seharusnya kau sudah tidur nyenyak my Little Boy. Have a nice Daya. Luv U 2. Bye" Pandangan Shi semakin gelap.. layar monitor yang ikut terjatuh, menemaninya lebih dari satu bulan berharap kekasinya datang menyapa lewat chat room (skype) namun tak pernah terwujud. Harap gembiranya muncul ketika  ada teman Acan menyapa "Hai apa kabar ini didit teman acan, ini Shi ya" Maaf baru kasih kabar "Acan sudah meninggal dua minggu yang lalu, dia sakit dan jatuh di kamar mandi setelah pulang dari Makasar. Nyawanya tidak tertolong lagi" "What...." Pandangan Shi mulai mengambang. Hidup terasa berat dan kita tak pernah merasa sadar bahwa ada saat dimana kita harus menerima  kehilangan apapun yang pernah menjadi bagian terpenting dari hidup kita. Hari ini, esok dan di masa depan. "Maafkan Acan ya" Kalimat terakhir yang muncul di layar monitor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline